Jaring-jaring makanan merupakan kumpulan dari organisme yang dihubungkan satu sama lain dengan adanya transfer energi dan nutrisi yang berasal dari sumber yang sama (Chapin et al., 2002). Tingkatan trofik pada jaring-jaring makanan ini melibatkan produsen (umumnya berupa tumbuhan dan organisme autotrof lainnya) pada tingkatan trofik pertama, konsumen I (yang umumnya berupa herbivora) pada tingkatan trofik kedua, konsumen II (berupa karnivora atau predator) pada tingkatan ketiga, dan seterusnya.
Menurut Newton (2007), struktur trofik pada sebuah jaring-jaring makanan tergantung pada kelimpahan (abundance), penyebaran (distribution), dan sumber makanan pada setiap organisme. Selain itu, sistem trofik ini biasanya melibatkan detrivora (kelompok yang memakan substrat detritus); herbivora (pemakan materi tumbuhan), bakteriovora (pemakan bakteri), fungivora (pemakan fungi), dan predator (pemakan hewan yang masih hidup). Sistem trofik ini sering digambarkan dalam bentuk plant-based (materi tumbuhan hidup) atau yang dikenal dengan istilah Plant-Based Trophic Systems dan detritus-based (seperti, pada tumbuhan dan hewan yang telah mati) atau dikenal dengan istilah Detritus Based Trophic Systems (Chapin et al., 2002 dan Newton, 2007).
Dua faktor yang mengontrol jaring-jaring makanan dalam sistem trofik, baik dalam plant-based trophic systems maupun dalam detritus based systems ini adalah:
-
Bottom-Up Control, yaitu ketika ketersediaan makanan pada base dari rantai makanan (baik tumbuhan maupun detritus) membatasi produksi tingkatan di atasnya
-
Up-Down Control, yaitu pengaruh dari keberadaan predator terhadap kelimpahan mangsanya (Chapin et al., 2002). Pada sejumlah spesies, interaksi yang kuat antara predator dan mangsanya ini dapat menghasilkan fenomena yang dikenal dengan “Trophic cascade” (Paine, 1980 dalam Chapin et al., 2002).
Sumber tulisan :
Program Pascasarjana SITH ITB
Tugas Presentasi ekologi Terestrial-2 |
Isni Nuraziza M |
05 November 2009 |
21309011 |