Biologi Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)

3.1. Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)

Penyu termasuk dalam kelas Reptilia dan hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudera Pasifik dan Asia Tenggara. Keberadaan penyu sudah lama terancam dan termasuk dalam red list di IUCN dan Appendix I CITES yang berarti keberadaan penyu di alam telah terancam punah sehingga segala bentuk pemanfaatan dan peredarannya harus mendapat perhatian yang serius. Di Indonesia, penyu telah diberikan status dilindungi dalam PP Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis-Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009).

Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) merupakan jenis penyu yang memiliki ciri khas mulutnya berbentuk paruh yang meruncing dan ukurannya yang tergolong kecil. Penyu sisik merupakan salah satu dari 5 jenis penyu laut yang tersebar di seluruh Indonesia. Penyu sisik umumnya ditemukan di pulau-pulau kecil dengan lebar dan panjang pantai yang sempit, pantai yang landai dengan tekstur pasir yang didominasi oleh pasir halus dan sedang (Syamsuni, 2006).

Klasifikasi penyu sisik menurut ITIS (Integrated Taxonomic Information System) yaitu:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub-filum : Vertebrata

Kelas : Reptilia

Ordo : Testudinata

Famili : Cheloniidae

Genus : Eretmochelys

Spesies : Eretmochelys imbricata

Penyu sisik merupakan salah satu penyu yang berukuran kecil dengan panjang lurus tubuh penyu sisik adalah 70 – 90 cm dan bobot tubuh 40 – 90 kg. panjang lurus karapas penyu sisik dewasa berkisar antara 66 – 86 cm. Karapas penyu sisik dewasa berbentuk oval atau elips, bagian pinggiran karapas bergerigi, kecuali pada tukik dan penyu yang sangat tua. Karapas penyu sisik memiliki empat pasang sisik rusuk (coastal scute) yang tersusun bertumpang tindih seperti genteng dan lima vertebral scute yang menyatu pada tulang belakang. Di sekeliling tempurung terdapat lempeng-lempeng kecil yang disebut marginal scute berjumlah 13 yang saling tumpang tindih dan bergerigi. Warna pada individu dewasa adalah bercak coklat, coklat kehitaman dan mencolok jika bersih, sedangkan pada penyu muda biasanya berwarna hitam atau hitam kecoklatan. Plastron (cangkang penyu pada bagian ventral) pada penyu sisik berwarna kuning keputihan dan sering terdapat bercak hitam. Kaki penyu berbentuk pedal atau dayung. Panjang kaki belakang penyu sisik merupakan yang paling pendek dibandingkan dengan jenis penyu yang lain, sehingga jangkauan kaki untuk membuat sarang juga pendek sehingga sarang penyu sisik tidak terlalu dalam. Lengan dilengkapi dengan dua cakar, pada jantan berfungsi untuk memegang betina pada saat kawin (Syamsuni, 2006).

Keberadaan penyu sisik kini terancam oleh berbagai faktor, seperti faktor alami dan faktor utama yaitu kegiatan manusia. Faktor alami yang menyebabkan penurunan populasi penyu sisik diantaranya usia matang penyu sangat lama, indukan yang tidak mengerami dan menjaga telur dan ancaman predator terhadap telur, tukik atau pun penyu yang telah berada di laut (Adnyana & Hitipeuw, 2009). Faktor kegiatan manusia yang mengancam keberadaan penyu sisik diantaranya adalah pencemaran pantai dan laut, perusakan habitat peneluran, penangkapan induk penyu secara ilegal dan pengumpulan telur penyu (Richayasa, 2015). Penyu sisik memiliki peran penting dalam ekosistem terumbu karang, sebagai predator utama dengan porifera sebagai makanan utamanya. Penyu sisik memiliki peran penting sebagai penjaga struktur, ekologi dan evolusi terumbu karang (Revuelta dkk., 2015).

3.2. Siklus Hidup Penyu Sisik

Penyu laut merupakan jenis reptil yang menghabiskan hampir seluruh masa hidupnya di laut. Sesaat setelah tukik menetas dan muncul ke permukaan pasir, mereka akan segera bergerak menuju air laut untuk selanjutnya berenang hingga menemukan habitat untuk berkembang dan menjadi dewasa. Setelah melengkapi proses vitellogenesis atau pembentukan sel-sel telurnya, penyu betina akan kembali ke darat, menuju pantai tempatnya ditetaskan. Penyu jantan tidak pernah kembali ke darat. Penyu merupakan salah satu hewan yang masa hidupnya sangat panjang, membutuhkan waktu yang panjang untuk menjadi dewasa dan harus berpindah-pindah dari satu habitat ke habitat lainnya selama periode tersebut. Penyu menjalani migrasi yang sangat jauh baik semasa tukik dan remaja, hingga setelah dewasa (Adnyana & Hitipeuw, 2009). Umumnya penyu sisik membutuhkan tiga jenis habitat dalam siklus hidupnya, yaitu habitat makan, habitat kawin dan habitat peneluran. Habitat makan dan habitat kawin berada di perairan yang memiliki karang, sedangkan habitat bertelur berada di daerah pantai (Richayasa, 2015).

Penyu memerlukan waktu berpuluh-puluh tahun untuk mencapai usia reproduksi. Pada umur sekitar 20 – 50 tahun, penyu jantan dan betina bermigrasi ke daerah peneluran di sekitar daerah kelahirannya. Perkawinan penyu jantan dan betina terjadi di pantai lepas satu atau dua bulan sebelum peneluran pertama di musim tersebut. Penyu jantan dan betina memiliki beberapa pasangan kawin dan penyu betina menyimpan sperma penyu jantan di dalam tubuhnya untuk membuahi kumpulan telur yang akan ditelurkan pada musim tersebut (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009).

Penyu jantan akan kembali ke habitat makan setelah melakukan perkawinan. Penyu betina bergerak menuju wilayah yang dekat dengan daerah penelurannya dan mulai memproduksi telur dan membuahinya dengan sperma yang telah disimpan. Penyu betina akan naik ke darat, biasanya pada malam hari pukul 08.00 hingga menjelang fajar, untuk membuat sarang beberapa minggu setelah perkawinan pertamanya. Penyu bertelur sekali dalam interval waktu 2 – 3 tahun dan bertelur lebih dari sekali dalam satu musim peneluran (2 – 3 kali) sedangkan interval waktu mengeluarkan telur di pantai adalah 2 – 3 minggu. Telur akan menetas dalam waktu kurang lebih dua bulan. Setelah telur menetas, tukik akan keluar dari sarang dan bergerak menuju air laut. Selanjutnya penyu akan berkelana, mula-mula di perairan dangkal kemudian ke laut bebas hingga tidak diketahui lagi keberadaannya, yang disebut sebagai “tahun yang hilang (the lost year)”. Saat penyu dewasa kelamin, penyu akan datang kembali ke pantai peneluran tempatnya dilahirkan (Syamsuni, 2006).

Sumber Pustaka :

Nur Aini, A., A. Kadarsah, A. M. Sion. 2017. Konservasi Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) Di Resort Sungai Cabang SPTN Wilayah III Tanjung Harapan – Taman Nasional Tanjung Puting. Laporan Kerja Praktek. Prodi Biologi FMIPA ULM (Tidak Dipublikasikan).

Iklan

Tinggalkan Balasan

Please log in using one of these methods to post your comment:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.