Arsip Bulanan: Juni 2020

Pain Points Concepts

Whenever I talk to entrepreneurs with business ideas, my first question to them is always, “What pain point are you solving?”.

A pain point is a problem, real or perceived. Entrepreneurs create opportunities for themselves by creating solutions to those pain points. Solutions create value for everyone.

The pain points also that is the exact terminology he used when identifying opportunities.

Sometimes the solution can be ground breaking and disruptive. For example, the warehouse receipt that made all grain fungible back in 1865 in Chicago was a solution to a huge pain point in grain trade. That solution created warehousing, the Chicago Board of Trade, and the entire risk management business that grew up around it. You might say the city of Chicago owes the entire wealth creation around it to the creation of that warehouse receipt and the canal dug for the Chicago River.

The pain point being solved doesn’t solve a problem, but creates a new market entirely. We had smartphones. When we were standing around, or passing time we needed something fun to do on smartphones. Zynga solved that problem and created an entirely new kind of gaming. Is Zynga crazy innovative when it comes to games? Probably not so much. However, they are innovative in the way they execute and with the way they use data. They are creating value by creating a market that wasn’t there.

Pain points don’t have big markets. For investors and entrepreneurs that are thinking big, they will be left alone. However, that doesn’t mean you cannot solve them and make a little money off of them. Many investors call them lifestyle businesses. They might scoff at them. However, lifestyle businesses are just a different kind of opportunity. Put in the right hands, the lifestyle business might be scalable.

Pain points sometimes aren’t particularly hard to find. Everyone is a critic! When entrepreneurship gets hard is when you start to find a way to execute your plan to solve them.

References

https://pointsandfigures.com/2012/04/27/whats-a-pain-point/

Iklan

Pemanfaatan minyak jelantah menjadi sabun batangan dan lilin

Sebagai upaya nyata untuk meminimalkan pencemaran lingkungan dan aplikasi penerapan metode 3R (reduce reuse dan recycle), maka anda yang memiliki banyak cadangan minyak jelantah (bekas) bisa membuat kembali menjadi produk rumah tangga serbaguna seperti sabun dan lilin. Berikut ini adalah cara produksi sabun batangan dan lilin dari minyak jelantah.

Produk I. Cara membuat sabun batang dari minyak jelantah

Alat :
Sarung tangan plastik
Masker
Kertas saring/tisu kompor
Timbangan
Gelas plastik
Sendok plastik
Pengaduk (hand blender)
Cetakan sabun, bisa memanfaatkan kotak kemasan bekas Susu UHT atau membuat cetakan dari kemasan plastik minyak goreng (Gambar 1).

Gambar 1. Contoh cetakan sabun minyak jelantah menggunakan plastik bekas kemasan minyak goreng

Bahan :
Arang
175 mg air putih (aquades)
40 gr soda api (NaOH)
250 mg minyak jelantah
Pewarna
Pewangi

Cara pembuatan sabun :

  1. Rendam minyak jelantah ke dalam arang selama minimal 24 jam kemudian saring dengan kertas penyaring atau tisu dapur. Timbang sebanyak 250 gr. Sisihkan.
  2. Sediakan air putih (aquades) sebanyak 175 ml, masukan 40 gram soda api ke dalam air tersebut, aduk merata diamkan selama 30 menit
  3. Masukkan larutan soda api ke dalam minyak jelantah secara perlahan. Aduk dengan menggunakan hand blender hingga merata dan larutan mengental.
  4. Beri pewarna dan pewangi sesuai keinginan.
  5. Tuang adonan sabun ke dalam cetakan dari kotak susu UHT. Diamkan selama 24 jam
  6. Potong sabun, letakkan di tempat yang terbuka (di angin-anginkan). Lihat Gambar 2 di bawah.
  7. Diamkan selama minimal 3 Minggu. Sabun siap digunakan.

Catatan : Untuk mencampur soda api dengan air, perhatikan urutannya jangan terbalik. Siapkan air lalu masukkan soda api! BUKAN SEBALIKNYA!

Gambar 2. Ini adalah contoh produk sabun batangan dari minyak jelantah

Produk II. Cara membuat lilin dari minyak jelantah

Alat :
• Kompor
• Wajan
• Wadah lilin berupa gelas transparan atau kaleng bekas yang sudah dihias
• Sumbu (benang kasur)

Bahan:
• 100 gr minyak jelantah
• 2 batang lilin ukuran 16-20 cm,
• Hiasan batu-batuan atau logam tahan panas,
• Pewarna, disarankan menggunakan crayon bekas (pewarna textil dan makanan tidak dapat digunakan)

Cara kerja :

  1. Panaskan minyak jelantah, lilin batangan, dan crayon dalam wajan hingga meleleh, lalu matikan kompor;
  2. Siapkan gelas berisi batu-batuan/logam tahan panas sebagai hiasan atau kaleng bekas yang sudah dihias;
  3. Tuangkan adonan minyak jelantah yang sudah tercampur tadi ke dalam gelas atau kaleng dalam kondisi panas;
  4. Diamkan hingga adonan minyak jelantah hangat;
  5. Pasang sumbu yang sudah disiapkan.

Pustaka

https://sahabatalamcilik.weebly.com/do-it-your-self/membuat-sabun-dari-jelantah

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA

Tujuan dari pengelolaan sampah adalah supaya sampah memiliki nilai ekonomi atau merubahnya menjadi bahan yang tidak membahayakan lingkungan. Dengan melakukan pengelolaan sampah rumah tangga yang benar, kamu dapat membantu untuk kejar mimpi menekan dampak negatif sampah terhadap lingkungan. Sebelum mengerti cara mengolahnya, kita wajib tahu jenis sampah yang sering dikonsumsi di rumah tangga. Ada 2 jenis sampah rumah tangga, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik berasal dari bahan makanan yang kita konsumsi, seperti kulit sayur dan buah, cangkang telur, tulang ikan, tulang ayam, dan sebagainya. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah seperti plastik, kartus, kertas, hingga barang elektronik.

Berikut ini adalah empat langkah yang dapat dilakukan untuk mengelola sampah rumah tangga, yakni :

  1. Memilah sampah menjadi dua bagian sampah organik dan anorganik.
  2. Menyediakan tempat sampah minimal dua wadah untuk organik dan anorganik.
  3. Sampah anorganik yang bernilai jual pisahkan di wadah tersendiri misalnya karung.
  4. Sampah organik bisa dibuat pupuk kompos

I. MEMILAH SAMPAH

II. MENYEDIAKAN TEMPAT SAMPAH BERBEDA

III. MENGOLAH SAMPAH ANORGANIK

IV. MENGOLAH SAMPAH ORGANIK MENJADI KOMPOS

Pustaka

Anonim. 2018.  Sudah tahu cara mengelola sampah di rumah? Ini tips mudahnya. https://kejarmimpi.id/sudah-tahu-cara-mengelola-sampah-di-rumah-ini-tips-mudahnya.html.

Ratnasari, E.D. 2019. Cara Mengelola Sampah Rumah Tangga dengan Mudah. CNN Indonesia | Rabu, 16/10/2019 10:56 WIB. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190911112043-284-429492/cara-mengelola-sampah-rumah-tangga-dengan-mudah

Publikasi Ilmiah AK di Jurnal Biodjati

Species Density and Lead (Pb) Pollution in Mangrove Ecosystem, South Kalimantan

Anang Kadarsah, Dafiuddin Salim, Sadang Husain, Marta Dinata

Abstract

Its crucial to get information about lead (Pb) heavy metal pollution from mining and oil palm plantation on species density in mangrove ecosystem, to anticipate its impacts. This study aimed is to compare the types and densities of vegetation in mangrove ecosystems allegedly due to mining in Setarap village, Tanah Bumbu Regency and oil palm plantations in Kuala Tambangan Village, Tanah Laut Regency. We also analysis the condition of waters (TDS, pH and DO) and organic content in sediments to acquire data from the South Kalimantan mangrove ecosystems. The results showed there were four species of true mangroves (Avicennia alba, Acanthus ebracteatus, Nypa fruticans and Rhizophora apiculate) could live well in the environment affected by mining or oil palm plantations. The species density for trees was low (933 ind/ha) for mangroves affected by coal mines, while those affected by oil palm plantations had higher densities (1,067 ind/ha). pH value of waters in affected area by coal mining showed more acidic value (pH 5.76) especially at the back, while those by palm oil plantations are more acidic (pH 6) in the estuary. Organic matter content in sediments affected by coal mines was in the range of 0.61-6.59%, while those affected by oil palm plantations showed higher values (0.12-2.19%). Lead heavy metal content (Pb) in waters affected by coal mines was 0.031-0.056 mg/L, while the area affected by oil palm plantations was of higher value (0.110-0.128 mg/L). Lead (Pb) levels in sediments indicate higher values than waters, which reach 3.512-6.046 mg/Kg (affected by coal mines), and in areas affected by oil palm plantations reaching 6.658-6.66 mg/Kg. The general conclusion is that vegetation densities in areas affected by coal mines are lower than oil palm plantations. The level of lead  (Pb) pollution in the sediments is higher than in the waters.

Keywords

vegetation, heavy metals, coal, mangroves

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati/article/view/7411

Study of Mud Clam Polymesoda erosa (Bivalvia) Conservation Strategy Based on Landscape Character and Anthropogenic Activity

Anang Kadarsah, Krisdianto Krisdianto, Ika Oksi Susilawati

Abstract

Information on landscape character and anthropogenic activity is necessary to develop conservation strategy, especially for mud clam (Polymesoda erosa) sustainability harvesting. The purpose of this study is to identify the landscape character and anthropogenic activity that influence mud clam conservation strategy in the coast of Tabanio Village, Takisung Sub-District in Tanah Laut Regency. The research discovered seven types of landscape in the coastal area of Tabanio namely human settlements, rice fields, plantations, cemetery abandoned land, offices, and other public infrastructures. Landscape, landscaping, abandoned land and settlements provide the largest contribution (96 %t) in the formation of coastal characters. Related to changes in landscape structure, environmental pollution activity in the form of waste disposal to the landscape is the most frequent activity (91.4 %) related to changes in landscape structure. Destructing collecting, cutting down  and destroying plants and animals in and from the region (87.7%) are the most frequent anthropogenic activities related to the conservation of mud clam in the coast of Tabanio Village. The landscape zonation consists of four i.e : recreation zone, mangrove forest zone, economic zone and distribution zone. The position of each zone tends to clump primarily for the economic zone behind the recreation zone. The core zone  of the landscape design at Tabanio Coast , Takisung District is concentrated in the recreation zone which functions as a meeting place for various communities (fishermen, traders and visitors) and the government workers (village officials and TNI-Polri). Furthermore, the recreation zone also facilitates activities that support coastal economy and tourism. Community assistance programs are required to build the capacity of fishermen and farmers as an effort to achieve a successful mud clam conservation and management in Tabanio Village, Takisung District.

Keywords

adaptation, conservation, shellfish, coastal

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati/article/view/3209

Kajian Perbandingan Luas Pekarangan dan Kearifan Lokal Jenis Tanaman Obat di Pesisir Pantai Kabupaten Tanah Laut

Anang Kadarsah, Ika Oksi Susilawati

Abstract

Minimnya informasi mengenai lahan pekarangan di pesisir pantai Kabupaten Tanah Laut serta terbatasnya pengetahuan penduduk lokal dalam mengenal berbagai jenis tanaman berkhasiat obat pada pekarangan berdampak terhadap diabaikannya peran tanaman obat di pekarangan dan tingginya biaya pemeliharaan penduduk lokal untuk kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perbandingan luas pekarangan dan menggali informasi kearifan lokal berbagai jenis tanaman obat dari lima desadi Pesisir Pantai Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. Metode yang digunakan adalah pengamatan jenis-jenis tanaman obat serta wawancara pengetahuan penduduk lokal dalam memanfaatkan pekarangannya. Hasil penelitian menunjukkan rerata luas pekarangan rumah tertinggi di Desa Takisung (212 m2) dan terendah di Desa Sungai Bakau (49,1 m2). Perbandingan luas ideal (2:3) antara pekarangan dengan rumah ditemukan di Desa Batakan dan Desa Sungai Rasau. Jumlah jenis tanaman obat pada pekarangan berkisar dari 30 -52 jenis dengan Indeks Nilai Penting (INP) terbanyak adalah mangga, pisang talas, singkong, karet dan kelapa. Indeks diversitas tanaman obat pada pekarangan menunjukkan nilai bervariasi, tertinggi di Desa Sungai Rasau (1,390) dan terendah di Desa Sungai Bakau (1,130).Dalam hal ini, potensi terbaik pengembangan tanaman obat pada pekarangan berada di Desa Takisung berdasarkan parameter keanekaragaman jenis tanaman obat dan tipe pekarangan rumahnya.

Keywords

kearifan, lokal, tanaman, pekarangan, pesisir

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati/article/view/2346