Arsip Bulanan: Oktober 2020

Cara Membuat Perumusan Masalah Bioindikator!

Hari ini saya mendapatkan pertanyaan dari mahasiswa, yang intinya menanyakan cara membuat perumusan masalah : berikut ini bunyinya : “Assalamualaikum bapak mohon maaf mengganggu waktunya & bertanya diluar jam kuliah pak, izin bertanya pak untuk tugas 4 bagian perumusan masalah itu gimana ya pak? Karena saya & beberapa teman masih bingung dengan perumusan masalah seperti yang bapak maksud itu pak, dan rata-rata stuk & tidak bisa menyelesaikan perumusan masalah pak”. ….. Tentunya ucapan pertama adalah Alhamdulillah, terima kasih sudah menyempatkan diri untuk menyampaikan pertanyaan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai cara membuat perumusan masalah.

Sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap pengerjaan berbagai karya ilmiah (seperti makalah, skripsi, proposal, atau laporan) kita pasti memulainya dengan latar belakang dan rumusan masalah. Rumusan masalah mempertanyakan beberapa hal yang berkaitan dengan suatu topik yang akan diamati/diteliti. Dan nantinya jawaban yang diperoleh dari pertanyaan (rumusan masalah) inilah yang akan menjadi hasil penelitian itu. Jadi, bisa dipahami bahwa Rumusan masalah adalah bagian terpenting dalam inti penelitian yang harus dipikirkan secara matang.

Sebelum melangkah lebih lanjut, kita perlu mengenal jenis-jenis rumusan masalah yang bisa kamu pakai. Ingat ya, rumusan masalah ini yang kamu pilih akan menyesuaikan dengan jenis penelitian yang dipilih pula. :

  1. Rumusan Masalah Deskriptif. Adalah rumusan masalah yang mempertanyakan deskripsi atau penjelasan sebuah variabel atau beberapa variabel dan tidak membandingkan variabel satu dengan yang lainnya. Biasanya, rumusan masalah deskriptif dimulai dengan kata “Apa”, “Bagaimana”, dan “Mengapa” yang perlu dijawab secara rinci dan jelas pada hasil penelitian. Contoh rumusan masalah deskriptif misalnya : Apa pengertian bioindikator?, Bagaimana cara menghitung indeks keanekaragaman moluska sebagai bioindikator gangguan antropogenik?
  2. Rumusan Masalah Komparatif. Rumusan masalah komparatif bertujuan untuk membandingkan suatu variabel atau beberapa variabel yang ada di dalam sebuah penelitian maupun karya ilmiah lainnya. Misalnya : Adakah perbedaan antara bioindikator di sawah dengan bioindikator di tambak udang? , Perbedaan seperti apa yang terjadi pada struktur morfologi burung sebagai bioindikator pencemaran udara di wilayah permukiman?
  3. Rumusan Masalah Asosiatif adalah rumusan masalah yang mempertanyakan hubungan satu variabel dengan variabel lainnya. Contohnya : Bagaimana pengaruh kelimpahan bioindikator dengan aktivitas nyamuk Anopheles pada ekosistem mangrove?

Setelah diberikan tiga rumusan masalah yang mendasar, mungkin kamu masih memerlukan panduan cara membuat rumusan masalah. Begini tipsnya:

  1. Ketahui apa yang menjadi masalah dalam penelitianmu.
  2. Pikirkan mengenai hal-hal yang menjadi pertanyaan pada sebuah penelitian secara kritis.
  3. Jabarkan semua pertanyaan yang muncul di pikiran dengan menggunakan pertanyaan 5W+1H (when, why, where, who, what, and how). Kemudian, kerucutkan pertanyaan yang paling kritis dan penting.
  4. Pastikan bahwa rumusan masalah yang kamu pilih memiliki nilai penelitian (bermanfaat), jelas, padat, dan tidak bertele-tele.
  5. Rumusan masalah bisa dijadikan petunjuk sebagai pusat penelitian yang memungkinkan untuk dijawab dengan data dan fakta yang ada di lapangan.
  6. Hubungkan rumusan masalah yang didapat dengan teori-teori yang ada. Sebab bisa jadi penelitianmu melahirkan berbagai dalil yang dapat membentuk teori baru.
  7. Rumusan masalah harus bisa diterapkan ke judul penelitian

Berikut ini adalah contoh Rumusan Masalah Bioindikator

  1. Apa pengertian bioindikator lingkungan lahan basah?
  2. Apa syarat agar moluska bisa dijadikan sebagai bioindikator perairan yang tercemar?
  3. Bagaimana cara memelihara serangga sebagai bioindikator keanekaragaman hayati pada ekosistem mangrove?
  4. Apa manfaat penggunaan timpakul sebagai bioindikator pada lingkungan pesisir pantai?

Ditulis ulang dari : https://www.cekaja.com/info/contoh-rumusan-masalah-makalah-skripsi-dan-penelitian

Iklan

Testimoni Pendapat Mengenai Bioindikator (BPL)

Selama dua tahun (2018) mata kuliah Bioindikator Pencemaran Lingkungan menjadi salahsatu mata kuliah pilihan di Program Studi Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat. Seiring perkembangan kurikulum, ada usulan untuk mengubah nama Bioindikator Pencemaran Lingkungan menjadi Bioindikator saja. Hal ini disebabkan penamaan mata kuliah Bioindikator akan memperluas cakupan tidak sekedar untuk mendeteksi pencemaran lingkungan akan tetapi hal lain yang sangat penting untuk dijadikan bioindikator adalah keanekaragaman hayati dan biologi. Tentunya perubahan nama ini menghasilkan konsekuensi adanya perubahan komposisi pengajar, yang kini memasukkan dosen dari Fakultas Teknik – Teknik Lingkungan – ULM.

Meskipun demikian, tidak ada salahnya kita gali informasi pendapat peserta mata kuliah Bioindikator Pencemaran Lingkungan pada tahun 2019 yang lalu. Silakan dibaca beberapa tulisan di bawah ini.

Pendapat tentang Bioindikator

Pendapat 1. Bioindikator dan Pencemaran Lingkungan merupakan salah satu mata kuliah yang sangat penting dan mungkin bisa dikatakan anak biologi wajib mengambil mata kuliah ini. Motivasi saya mengikuti perkuliahan Bioindikator dan Pencemaran Lingkungan yang paling utama adalah memperoleh pengetahuan dan hal-hal seperti informasi bermanfaat yang dapat saya terapkan di masyarakat, terutama untuk desa atau tempat asal saya, serta di tempat saya bekerja nanti setelah lulus. Walaupun kedepannya saya tidak bekerja di tempat yang berkaitan dengan lingkungan dan konservasi saya rasa sebagai orang biologi kita perlu tahu dan peduli terhadap lingkungan, contoh bisa saja ada orang bertanya mengenai pencemaran lingkungan yang terjadi dan meminta pendapat kepada kita sebagai orang biologi, sangat baik jika bisa memberikan saran, tapi sangat kurang baik jika dimintai pendapat dan tidak bisa menjawab. Sebagai orang biologi kita harus paham dan peka mengenai hal-hal yang terjadi disekitar kita, terutama masalah lingkungan hidup.

Pendapat 2. Mata kuliah bioindikator pencemaran lingkungan cukup menarik perhatian karena dari nama mata kuliahnya saja sudah jelas kalau mata kuliah tersebut membahas berbagai organisme yang berperan sebagai indikator terjadinya pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan menunjukkan adanya perubahan kualitas lingkungan yang berdampak pada keselamatan lingkungan dan organisme yang hidup di lingkungan tersebut. Keberadaan organisme yang dapat menunjukkan adanya perubahan kualitas lingkungan sangat berperan dalam rangka deteksi dini terjadinya pencemaran lingkungan.

Motivasi mengikuti Kuliah Bioindikator

Motivasi 1. Motivasi penulis mengikuti kuliah Bioindikator Pencemaran Lingkungan adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai indikator yang dapat digunakan sebagai bioindikator, baik berupa komponen biotic atau yang lainnya. .Banyak indikator eksotis atau endemik Kalimantan Selatan yang belum diteliti lebih jauh peran Bioindikatornya, sehingga topik ini sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut.

Motivasi 2. Motivasi saya mengikuti mata kuliah Bioindikator Pencemaran Lingkungan karena banyaknya masyarakat yang tidak mempedulikan lingkungan disekitar nya. Pencemaran lingkungan merupakan satu dari beberapa faktor yang dapat memengaruhi kualitas lingkungan. Pencemaran lingkunganadalah masuknya bahan-bahan ke dalam lingkungan yang dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Zat yang dapat mencemari lingkungan dan dapat mengganggu kelangsungan hidup makhluk hidup disebut dengan polutan. Polutan ini dapat berupa zat kimia, debu, suara, radiasi, atau panas yang masuk ke dalam lingkungan.

Motivasi 3. Motivasi saya mengikuti kuliah ini karena sebagai manusia kita wajib peduli dan bertanggung jawab untuk mengelola bumi dengan sebaik – baiknya sebagai amanah yang diberikan Allah Subhanahu wata`ala . Manusia merupakan pemeran utama dalam perubahan lingkungan baik dan buruknya serta segala sesuatu yang terjadi di lingkungan dan di alam. Dalam Al – Quran surat Ar-Rum ayat 41 yang artinya “telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan  manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Sebagai makhluk ciptaan Allah Subhanahu wata`ala, saya wajib untuk mengetahui bagaimana indikator – indikator dari pencemaran serta kerusakan lingkungan. Dengan mengetahui indikator – indikator tersebut, saya berharap pencemaran – pencemaran yang ada di lingkungan dapat diatasi dan dihilangkan agar lingkungan tersebut menjadi baik kembali.

Tumbuhan tingkat rendah sebagai bioindikator

Bioindikator adalah organisme atau respon biologis yang menunjukkan masuknya zat tertentu dalam lingkungan. Jenis tumbuhan yang berperan sebagai bioindikator akan menunjukan perubahan keadaan, ketahanan tubuh, dan akan memberikan reaksi sebagai dampak perubahan kondisi lingkungan yang akan memberikan informasi tentang perubahan dan tingkat pencemaran lingkungan. Tumbuhan tingkat rendah yang umum dijadikan sebagai bioindikator antara lain : lumut kerak (lichen) , bryophyta (lumut sejati) dan alga.

A. Lumut kerak (atau Lichen )

Pengertian. Lichen adalah suatu organisme majemuk yang merupakan suatu bentuk simbiosis mutualisme erat dari fungi (sebagai mycobiont) dengan mitra fotosintetik (photobiont), yang berupa alga hijau (biasanya Trebouxia) atau Sianobakteri (biasanya Nostoc). Lichen / lumut kerak hidupnya tidak bisa sendiri sehingga perlu bersimbiosis dengan biota lain. Kerja sama ini demikian eratnya sehingga morfologinya pun berbeda dari komponen simbiotiknya. Pada beberapa kasus bahkan masing-masing komponen akan mengalami kesulitan hidup apabila ditumbuhkan terpisah.

Morfologi lichen. Bila diamati menggunakan mikroskop, lichen terlihat jelas terdiri atas hifa jamur Dan sel ganggang. Lumut kerak biasanya ditemukan di tembok, genting, atau pada dahan berkayu. Interaksi antara kedua jenis organisme tersebut terjadi karena masing-masing organisme membutuhkan sesuatu yang tidak dapat dipenuhi sendiri. Ganggang mampu menyediakan makanan untuk jamur. Ganggang biru dapat memfiksasi nitrogen bebas, kemudian menyediakan nitrogen organik untuk jamur (Gambar 1.)

Lumut kerak (sumber : https://www.gurugeografi.id/2018/04/lumut-kerak-jenis-cara-reproduksi-dan.html)

Fungsi : Lumut kerak atau lichen membantu proses pembentukan tanah dengan cara melepaskan fragmen yang sangat halus. Lumut kerak sangat sensitif terhadap polutan yang berbahaya, misalnya fluorida, logam berat, zat radioaktif, bahan bahan kimia pertanian, dan pestisida sehingga lumut kerak dapat digunakan sebagai indikator pencemaran lingkungan. Usnea(salah satu macam lumut kerak) dapat menghasilkan asam usnin yang dapat digunakan sebagai obat TBC. Rocellia Tinctoria digunakan sebagai bahan pembuatan kertas lakmus.

B. Bryophyta

Bryophyta merupakan lumut sejati yang sudah memiliki rizoid, batang, daun dan dapat hidup sendiri. Bryophyta berasal dari kata bryo yang dapat diartikan lumut dan phyton atau tanaman.  Bryophyta biasa disebut tanaman lumut yang mampu bertahan hidup di darat dengan kondisi tempat tumbuh yang teduh dan lembab.

Ciri-Ciri Bryophyta. Bryophyta memiliki ciri-ciri : 1) tidak mempunyai ikatan pembuluh dan tidak berakar, 2) tidak mempunyai batang, 3) berkembang biak dengan spora, 4) fase sporofit lebih dominan, 5) mengalami pergiliran keuturunan , 6) memiliki daun steril dan fertil yang berguna untuk menghasilkan spora, 7) gametofit berumur lebih panjang dari sporofit, 8) mempunyai rhizoid sebagai pengganti jaringan akar yang menyerupai bulu-bulu akar, 9) mengalami pertumbuhan membesar, 10) letak gametogoniumn dibedakan menjadi homotalus (berumah satu) dan heterotalus (berumah dua) (Gambar 2).

Gambar 2. Morfologi Bryofita (https://www.utakatikotak.com/kongkow/detail/16367/Ciri-Bryophyta)

Klasifikasi Bryophyta. Dalam klasifikasi, bryophyta termasuk ke dalam kingdom Plantae (tumbuhan) . Divisio = bryophyta, dan terbagi menjadi 3 class yaitu Hepaticopsida (Hepaticae), Anthocerotopsida (Anthocerotae) dan Bryopsida (Musci).

Manfaat Bryophyta. Bryophyta memiliki manfaat bagi kehidupan manusia dan hewan, yaitu : 1) Dapat meningkatkan kelembaban tanah sehingga cocok untuk pertanian, 2) Melindungi vegetasi perintis, 2) Obat hepatitis (Marchantia polymorpha), 3). Pengganti kapas (Sphagnum sp), 4). Bantalan lumut di hutan karena mampu menyerap air dan salju, 5). Jenis lumut tanduk dapat ditanam pada akuarium, 6). Perlindungan benih ikan, 8). Oksidasi air pada ikan dan 9). Sumber bahan bakar (Sphagnum sp)

C. Alga

Alga (jamak Algae) adalah sekumpulan organisme autotrof (bisa menghasilkan makanan sendiri) yang tidak memiliki organ dengan perbedaan fungsi yang nyata. Alga dalam istilah Indonesia sering disebut sebagai ganggang merupakan tumbuhan talus karena belum memiliki akar, batang dan daun sejati. Algae (ganggang) dapat dibedakan menjadi tujuh kelompok yaitu : cyanophyta, cholrophyta, euglenophyta, pyrrophyta, crysophyta, phaeophyta, rhodophyta.berdasarkan pigmen dominannya ketujuh kelompok tersebut meliputi: Chrysophyta, Phaeophyta, dan Rhodophyta. (Gambar 3).

Gambar 3 .Contoh jenis alga yang digunakan sebagi bioindikator (https://evanputra.wordpress.com/2012/12/30/alga-sebagai-bioindikator-dan-biosorben-logam-berat-bagian-2-biosorben/)

Manfaat alga. Ganggang banyak dimanfaatkan dalam berbagai macam industri. Seperti Chlorella yang dimanfaatkan dalam industri kosmetik, Eucheuma spinosum, Gelidium, Gracilaria lichenoides, dan Agardhiella yang menghasilkan agar dan karagenan dan dimanfaatkan dalam industri tekstil sebagai perekat tekstil. Selain ganggang yang telah disebutkan tadi, masih ada pula ganggang lain yang dimanfaatkan dalam industri, yaitu ganggang keemasan (misal: diatom) yang sisa-sisa cangkangnya yang membentuk tanah diatom digunakan untuk bahan peledak, penyekat dinamit, campuran semen, bahan alat penyadap suara, bahan penggosok, bahan isolasi, bahan pembuat cat dan pernis, bahan dasar pembuatan kaca, dan dalam pembuatan saringan.


Pemanfaatan alga sebagai bioindikator. Salah satunya adalah pemanfaatan alga di Indonesia yang masih belum optimal, hanya terbatas sebagai pakan zooplankton dan ikan, sumber makanan dan sayuran, dan sumber bahan mentah industri terutama untuk agar-agar, karagenan, dan alginat. Padahal dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa alga mempunyai keunggulan sebagai bioindikator dan biosorben logam berat. Pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan biosorben dalam dasawarsa ini sangat diperlukan, seiring dengan berkembangnya berbagai bidang industri yang menimbulkan efek samping seperti pembuangan logam berat sebagai sisa proses kimia dari industri ke lingkungan. Alga dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam berat karena dalam proses pertumbuhannya, alga membutuhkan berbagai jenis logam sebagai nutrien alami, sedangkan ketersediaan logam dilingkungan sangat bervariasi. Suatu lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga.

Pustaka

http://www.artikelbiologi.com/2014/01/simbiosis-jamur.html

Henny Riandary. 2009. Theory and application of biology, Jilid 1(edisi Bilingual). Solo:PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Rasyidah, “Kelimpahan Lumut Kerak ( Lichens ) Sebagai Bioindikator Kualitas Udara Di Kawasan Perkotaan Kota Medan,” Klorofil, vol. 1, no. 2, pp. 88–92, 2018, [Online]. Available: http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/klorofil/article/download/1601/1288.

https://www.utakatikotak.com/kongkow/detail/16367/Ciri-Bryophyta

Chapman, V.J. (1950). Seaweeds and their Uses. London: Methuen & Co. Ltd. ISBN 978-0-412-15740-0.

https://www.dosenpendidikan.co.id/alga-adalah/

https://evanputra.wordpress.com/2013/01/01/alga-sebagai-bioindikator-dan-biosorben-logam-berat-bagian-1-bioindikator-2/

Indeks Keanekaragaman dalam Penggunaan Bioindikator

Indeks keanekaragaman jenis adalah suatu nilai /parameter/ patokan/ ukuran yang selalu digunakan sebagai aspek utama yang digunakan dalam kegiatan pemantauan biologis, (biomonitoring). Indeks Keanekaragaman jenis juga dianggap sebagai parameter berharga dalam menentukan kesehatan lingkungan.

Indeks keanekaragaman adalah ukuran kuantitatif (jumlah) yang mencerminkan berapa banyak jenis berbeda (seperti jenis) yang ada dalam kumpulan data (komunitas). Indeks keanekaragaman secara bersamaan dapat memperhitungkan hubungan filogenetik diantara individu yang didistribusikan di antara jenis-jenis tersebut, seperti kekayaan , divergensi atau kemerataan .

Kekayaan R hanya mengukur berapa banyak jenis kumpulan data yang berbeda. Misalnya, kekayaan spesies (biasanya dicatat S ) dari kumpulan data adalah jumlah spesies yang berbeda dalam daftar spesies yang sesuai. Kekayaan adalah ukuran yang sederhana, sehingga menjadi indeks keanekaragaman yang populer dalam ekologi, namun kekayaan tidak memperhitungkan kelimpahan jenisnya.

Berbeda dengan keragaman /keanekaragaman/ diversitas dimana ukuran ini disamping jumlah spesies yang berbeda juga memperhitungkan aspek kelimpahan, dominansi dan kemerataan.

Bagaimana cara menghitung keanekaragaman jenis itu?

Indeks Shannon telah menjadi indeks keanekaragaman yang populer dalam literatur ekologi, di mana ia juga dikenal sebagai indeks keanekaragaman Shannon, indeks Shannon-Wiener , indeks Shannon- Weaver dan entropi Shannon.

Idenya adalah bahwa semakin banyak huruf yang berbeda, dan semakin sama kelimpahan proporsionalnya dalam string yang diinginkan, semakin sulit untuk memprediksi dengan benar huruf mana yang akan menjadi huruf berikutnya dalam string tersebut. Entropi Shannon mengukur ketidakpastian (entropi atau tingkat kejutan) yang terkait dengan prediksi ini. Ini rumus yang paling sering digunakan sebagai berikut:

dimana p i adalah proporsi karakter yang termasuk ke dalam jenis huruf ke- i dalam rangkaian. Dalam ekologi, p i sering kali merupakan proporsi individu yang termasuk dalam spesies ke- i dalam kumpulan data yang diminati. Kemudian entropi Shannon menghitung ketidakpastian dalam memprediksi identitas spesies individu yang diambil secara acak dari dataset.

Selain indeks Shannon, ada satu indeks lagi yang populer digunakan untuk mengukur keanekaragaman jenis yakni Indeks Simpson yang diperkenalkan pada tahun 1949 oleh Edward Simpson untuk mengukur derajat konsentrasi ketika individu diklasifikasikan ke dalam beberapa tipe. Indeks yang sama ditemukan kembali oleh Orris C. Herfindahl pada tahun 1950. dan oleh ekonom Albert Hirschman. Akibatnya, karena mengukur ukuran yang sama maka dalam ekologi dikenal sebagai indeks Simpson, dan bidang ekonomi dikenal sebagai Indeks Herfindahl atau Indeks Herfindahl-Hirschman (HHI), dengan rumus :

dimana R adalah kekayaan (jumlah total tipe dalam dataset).

Persamaan ini juga sama dengan rata-rata aritmatika tertimbang dari kelimpahan proporsional p i jenis bunga, dengan kelimpahan proporsional itu sendiri digunakan sebagai bobot. Kelimpahan proporsional menurut definisi dibatasi pada nilai antara nol dan kesatuan, tetapi ini adalah rata-rata aritmatika tertimbang, oleh karena itu λ ≥ 1 / R , yang dicapai ketika semua jenis sama-sama berkelimpahan

Pustaka

T. K. Parmar, D. Rawtani, and Y. K. Agrawal, “Bioindicators: the natural indicator of environmental pollution,” Front. Life Sci., vol. 9, no. 2, 2016, doi: 10.1080/21553769.2016.1162753.

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Diversity_index

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-31813-1507100030-Presentation-4.pdf

Shannon, CE (1948) Teori matematika komunikasi . Jurnal Teknis Sistem Bell, 27, 379–423 dan 623–656.

Interaksi Individu dan Perubahan Ekologi

Pada pertemuan kedua, kuliah ekologi lanjut tanggal 6 Oktober 2020 dibahas materi mengenai Interaksi Individu dan Perubahan Ekologi.

Interaktivitas itu interaksi yang terjadi di dalam tubuh individu, sedangkan interkonektivitas adalah interaksi yang terjalin antara individu dengan pihak luar. Interaksi individu yang terjadi di lingkungan alamiah secara umum memiliki tiga bentuk, yaitu : inang-parasit, 2) mangsa-pemangsa, contohnya : herbivori, dan 3) mutualisme

  1. Interaksi inang-parasit. Kata “parasit” berasal dari bahasa Yunani yaitu para yang bermakna di samping dan sitosyang berarti makanan. Berdasarkan makna tersebut, maka parasitadalah organisme yang kebutuhan makannya baik dalam seluruh daur hidupnya atau sebagian dari daur hidupnya bergantungpada organisme lain. Organisme yang memberikan makanan pada parasit disebut sebagai inangatau inang. Cabang ilmu Biologi yang mempelajari tentang organisme parasit disebut Parasitologi. Pada dasarnya, Parasitologi merupakan pengembangan khusus atau cabang khusus dari ilmu Biologi yang disebut ekologi. Salah satu kaidah Ekologi yang senantiasa terkait dengan parasit adalah kemampuan penyebarannya (distribusi). Ke luar dari tubuh inang yang di infeksinyaatau disebut sebagai penyebaran, sangat diperlukan oleh organisme parasit karena merupakanusaha untuk melestarikan keturunannya,melalui upaya menemukan dan menginfeksi inang. Dalam hal menemukan dan menginfeksi inang, inangnya dapat berasal dari jenis yang sama atau berbeda (Budianto, 2010)
  2. Interaksi mangsa-pemangsa. Pemangsa merupakan spesies yang pada umumnya ukurannya lebih besar dibandingkan dengan mangsa, sedangkan mangsa adalah spesies yang dimangsa yang pada umumnya ukurannya lebih kecil dari pada pemangsa (William, 2008). Contoh interksi mangsa dan pemangsa dapat diambil dari kejadian Herbivori dimana secara umum ini tidak akan mematikan tumbuhan sasarannya, namun berdampak negatif terhadap tampilan (Burrows, 2003).
  3. Interaksi mutualisme. Simbiosis mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda jenis namun saling menguntungkan satu sama lain. Dalam hubungan ini, artinya kedua organisme sama-sama tidak ada yang dirugikan. Kerugian bagi keduanya justru adalah ketika simbiosis itu tidak dilakukan. Oleh karena itu kehadiran makhluk hidup lain menjadi begitu penting bagi mereka yang mengalami simbiosis jenis ini. Mutualisme mempunyai peranan penting dalam ekologi. Contohnya lebih dari 48 persen tanaman yang ada di muka bumi melakukan simbiosis dengan jamur. Jamur adalah penyedia komponen organik yang dibutuhkan oleh tanaman. Contoh lainnya adalah hubungan timbal balik antara tanaman tropis dengan hewan berupa proses penyerbukan yang dibantu oleh hewan.

Contoh Simbiosis mutualisme pada ekosistem mangrove adalah hubungan antara golongan Crustacea dengan akar mangrove. Karena akar mangrove adalah tempat perlindungan utama untuk mengurangi tekanan gelombang saat pasang.  Hasil metabolisme crustacea digunakan mangrove sebagai pupuknya. Selain interaksi di atas, ada juga interaksi yang kompleks seperti jaring makanan yang melibatkan berbagai makhluk hidup yang ada dalam ekosistem hutan mangrove

Catatan : masih ada jenis interaksi lainnya yang belum dibahas pada sesi ini. Silakan lengkapi melalui saran dan komentar.

Pustaka

Burrows, D.W. (2003). The Role of Insect Leaf Herbivory on The Mangroves Avicennia Marina and Rhizophora Stylosa. Thesis of Doctor Philosophy in Zoology and Tropical Ecology. The School of Tropical Biology, James Cook University.

https://brainly.co.id/tugas/22241064