Tumbuhan tingkat rendah sebagai bioindikator

Bioindikator adalah organisme atau respon biologis yang menunjukkan masuknya zat tertentu dalam lingkungan. Jenis tumbuhan yang berperan sebagai bioindikator akan menunjukan perubahan keadaan, ketahanan tubuh, dan akan memberikan reaksi sebagai dampak perubahan kondisi lingkungan yang akan memberikan informasi tentang perubahan dan tingkat pencemaran lingkungan. Tumbuhan tingkat rendah yang umum dijadikan sebagai bioindikator antara lain : lumut kerak (lichen) , bryophyta (lumut sejati) dan alga.

A. Lumut kerak (atau Lichen )

Pengertian. Lichen adalah suatu organisme majemuk yang merupakan suatu bentuk simbiosis mutualisme erat dari fungi (sebagai mycobiont) dengan mitra fotosintetik (photobiont), yang berupa alga hijau (biasanya Trebouxia) atau Sianobakteri (biasanya Nostoc). Lichen / lumut kerak hidupnya tidak bisa sendiri sehingga perlu bersimbiosis dengan biota lain. Kerja sama ini demikian eratnya sehingga morfologinya pun berbeda dari komponen simbiotiknya. Pada beberapa kasus bahkan masing-masing komponen akan mengalami kesulitan hidup apabila ditumbuhkan terpisah.

Morfologi lichen. Bila diamati menggunakan mikroskop, lichen terlihat jelas terdiri atas hifa jamur Dan sel ganggang. Lumut kerak biasanya ditemukan di tembok, genting, atau pada dahan berkayu. Interaksi antara kedua jenis organisme tersebut terjadi karena masing-masing organisme membutuhkan sesuatu yang tidak dapat dipenuhi sendiri. Ganggang mampu menyediakan makanan untuk jamur. Ganggang biru dapat memfiksasi nitrogen bebas, kemudian menyediakan nitrogen organik untuk jamur (Gambar 1.)

Lumut kerak (sumber : https://www.gurugeografi.id/2018/04/lumut-kerak-jenis-cara-reproduksi-dan.html)

Fungsi : Lumut kerak atau lichen membantu proses pembentukan tanah dengan cara melepaskan fragmen yang sangat halus. Lumut kerak sangat sensitif terhadap polutan yang berbahaya, misalnya fluorida, logam berat, zat radioaktif, bahan bahan kimia pertanian, dan pestisida sehingga lumut kerak dapat digunakan sebagai indikator pencemaran lingkungan. Usnea(salah satu macam lumut kerak) dapat menghasilkan asam usnin yang dapat digunakan sebagai obat TBC. Rocellia Tinctoria digunakan sebagai bahan pembuatan kertas lakmus.

B. Bryophyta

Bryophyta merupakan lumut sejati yang sudah memiliki rizoid, batang, daun dan dapat hidup sendiri. Bryophyta berasal dari kata bryo yang dapat diartikan lumut dan phyton atau tanaman.  Bryophyta biasa disebut tanaman lumut yang mampu bertahan hidup di darat dengan kondisi tempat tumbuh yang teduh dan lembab.

Ciri-Ciri Bryophyta. Bryophyta memiliki ciri-ciri : 1) tidak mempunyai ikatan pembuluh dan tidak berakar, 2) tidak mempunyai batang, 3) berkembang biak dengan spora, 4) fase sporofit lebih dominan, 5) mengalami pergiliran keuturunan , 6) memiliki daun steril dan fertil yang berguna untuk menghasilkan spora, 7) gametofit berumur lebih panjang dari sporofit, 8) mempunyai rhizoid sebagai pengganti jaringan akar yang menyerupai bulu-bulu akar, 9) mengalami pertumbuhan membesar, 10) letak gametogoniumn dibedakan menjadi homotalus (berumah satu) dan heterotalus (berumah dua) (Gambar 2).

Gambar 2. Morfologi Bryofita (https://www.utakatikotak.com/kongkow/detail/16367/Ciri-Bryophyta)

Klasifikasi Bryophyta. Dalam klasifikasi, bryophyta termasuk ke dalam kingdom Plantae (tumbuhan) . Divisio = bryophyta, dan terbagi menjadi 3 class yaitu Hepaticopsida (Hepaticae), Anthocerotopsida (Anthocerotae) dan Bryopsida (Musci).

Manfaat Bryophyta. Bryophyta memiliki manfaat bagi kehidupan manusia dan hewan, yaitu : 1) Dapat meningkatkan kelembaban tanah sehingga cocok untuk pertanian, 2) Melindungi vegetasi perintis, 2) Obat hepatitis (Marchantia polymorpha), 3). Pengganti kapas (Sphagnum sp), 4). Bantalan lumut di hutan karena mampu menyerap air dan salju, 5). Jenis lumut tanduk dapat ditanam pada akuarium, 6). Perlindungan benih ikan, 8). Oksidasi air pada ikan dan 9). Sumber bahan bakar (Sphagnum sp)

C. Alga

Alga (jamak Algae) adalah sekumpulan organisme autotrof (bisa menghasilkan makanan sendiri) yang tidak memiliki organ dengan perbedaan fungsi yang nyata. Alga dalam istilah Indonesia sering disebut sebagai ganggang merupakan tumbuhan talus karena belum memiliki akar, batang dan daun sejati. Algae (ganggang) dapat dibedakan menjadi tujuh kelompok yaitu : cyanophyta, cholrophyta, euglenophyta, pyrrophyta, crysophyta, phaeophyta, rhodophyta.berdasarkan pigmen dominannya ketujuh kelompok tersebut meliputi: Chrysophyta, Phaeophyta, dan Rhodophyta. (Gambar 3).

Gambar 3 .Contoh jenis alga yang digunakan sebagi bioindikator (https://evanputra.wordpress.com/2012/12/30/alga-sebagai-bioindikator-dan-biosorben-logam-berat-bagian-2-biosorben/)

Manfaat alga. Ganggang banyak dimanfaatkan dalam berbagai macam industri. Seperti Chlorella yang dimanfaatkan dalam industri kosmetik, Eucheuma spinosum, Gelidium, Gracilaria lichenoides, dan Agardhiella yang menghasilkan agar dan karagenan dan dimanfaatkan dalam industri tekstil sebagai perekat tekstil. Selain ganggang yang telah disebutkan tadi, masih ada pula ganggang lain yang dimanfaatkan dalam industri, yaitu ganggang keemasan (misal: diatom) yang sisa-sisa cangkangnya yang membentuk tanah diatom digunakan untuk bahan peledak, penyekat dinamit, campuran semen, bahan alat penyadap suara, bahan penggosok, bahan isolasi, bahan pembuat cat dan pernis, bahan dasar pembuatan kaca, dan dalam pembuatan saringan.


Pemanfaatan alga sebagai bioindikator. Salah satunya adalah pemanfaatan alga di Indonesia yang masih belum optimal, hanya terbatas sebagai pakan zooplankton dan ikan, sumber makanan dan sayuran, dan sumber bahan mentah industri terutama untuk agar-agar, karagenan, dan alginat. Padahal dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa alga mempunyai keunggulan sebagai bioindikator dan biosorben logam berat. Pemanfaatan alga sebagai bioindikator dan biosorben dalam dasawarsa ini sangat diperlukan, seiring dengan berkembangnya berbagai bidang industri yang menimbulkan efek samping seperti pembuangan logam berat sebagai sisa proses kimia dari industri ke lingkungan. Alga dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator logam berat karena dalam proses pertumbuhannya, alga membutuhkan berbagai jenis logam sebagai nutrien alami, sedangkan ketersediaan logam dilingkungan sangat bervariasi. Suatu lingkungan yang memiliki tingkat kandungan logam berat yang melebihi jumlah yang diperlukan, dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam keadaan ini eksistensi logam dalam lingkungan adalah polutan bagi alga.

Pustaka

http://www.artikelbiologi.com/2014/01/simbiosis-jamur.html

Henny Riandary. 2009. Theory and application of biology, Jilid 1(edisi Bilingual). Solo:PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Rasyidah, “Kelimpahan Lumut Kerak ( Lichens ) Sebagai Bioindikator Kualitas Udara Di Kawasan Perkotaan Kota Medan,” Klorofil, vol. 1, no. 2, pp. 88–92, 2018, [Online]. Available: http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/klorofil/article/download/1601/1288.

https://www.utakatikotak.com/kongkow/detail/16367/Ciri-Bryophyta

Chapman, V.J. (1950). Seaweeds and their Uses. London: Methuen & Co. Ltd. ISBN 978-0-412-15740-0.

https://www.dosenpendidikan.co.id/alga-adalah/

https://evanputra.wordpress.com/2013/01/01/alga-sebagai-bioindikator-dan-biosorben-logam-berat-bagian-1-bioindikator-2/

Iklan

Tinggalkan Balasan

Please log in using one of these methods to post your comment:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.