Ekologi dipelajari sebagai hierarki sistem biologis dalam interaksi dengan lingkungannya. Ekologi pada dasar hierarki adalah organisme. Faktor-faktor lingkungan dapat memengaruhi kehidupan organisme misalnya variasi keberadaan makanan di lingkungan atau interaksi antar spesies. Interaksi ekologi terjadi di antara skala hierarki yang beragam. Untuk memahami mengapa hewan didistribusikan sebagaimana adanya, ahli ekologi harus memeriksa berbagai fisiologis dan mekanisme perilaku yang digunakan hewan bertahan hidup, tumbuh, dan berkembang biak. Keseimbangan fisiologis yang hampir sempurna antara produksi dan kehilangan panas dibutuhkan untuk sukses pada spesies endotermik tertentu (seperti burung dan mamalia) di bawah suhu ekstrim seperti yang ditemukan di Kutub Utara atau gurun. Spesies lain berhasil dalam situasi ini dengan melarikan diri kondisi paling ekstrim dengan migrasi, hibernasi, atau mati suri. Akar ekologi merupakan dasar ketertarikan manusia dalam mengobservasi makhluk lain. Namun demikian ekologi modern melibatkan lebih dari sekedar observasi,ini adalah eksperimen sains ketat dengan membutuhkan pengetahuan biologi yang cukup luas. Ahli ekologi merumuskan hipotesis, memanipulasi variabel lingkungan, dan mengobservasi hasilnya. Interaksi ekologi yang terdiri dalam suatu kawasan tertentu secara umum diklasifikan ke dalam empat tingkatan. (Hickman et al., 2002).
- Ketika kita berbicara tentang populasi manusia di Kalimantan Selatan, apakah hewan lain yang hidup di dalamnya juga termasuk populasi ? Apakah tumbuhan juga termasuk populasi ?
Populasi adalah kumpulan individu dengan spesies yang sama, tinggal pada tempat dan waktu tertentu serta dapat menghasilkan keturunan satu sama lain (Winata,1998). Jadi hewan tidak termasuk dalam populasi manusia di Kalimantan Selatan karena hewan berbeda spesies dengan manusia namun hewan termasuk ke dalam spesiesnya tersendiri yaitu kumpulan spesies hewan sejenis yang kemudian akan membentuk populasinya masing-masing dalam waktu dan daerah yang sama.
- What makes up an ecosystem? Are we part of an ecosystem?
Komponen-komponen pembentuk ekosistem yaitu faktor abiotic, produsen, konsumen,detritivor, dan decomposer. Di antara komponen-komponen tersebut terjadi interaksi dengan saling membutuhkan dan saling memberikan sumber penghidupan. Faktor abiotik yang menyokong kehidupan tumbuhan sebagai produsen dan tumbuhan sebagai biotik menjadi penyokong bagi organisme lainnya seperti hewan dan manusia sebagai konsumen dan detritivor kemudian decomposer meliputi bakteri dan jamur mengembalikan unsur-unsur pembentuk makhluk hidup ke alam menjadi faktor-faktor abiotik yang terjadi secara berulang menjadi daur ulang materi dan aliran energi di alam secara seimbang. Sumber energy untuk kehidupan di bumi adalah matahari kemudian diikat dan digunakan oleh tumbuhan untuk sintesis zat-zat anorganik sederhana menjadi zat-zat energi. Kandungan energi dari tumbuhan dipindahkan ke hewan atau manusia melalui proses rantai makanan yang akhirnya materi dan energi kembali beredar ke alam melalui proses pembusukan/perombakan yang dilakukan oleh dekomposer. Adanya ketergantungan antara faktor biotik dan abiotik dan hubungan komponen di dalam biotik sendiri, menunjukkan kehidupan manusia bergantung pada kehidupan makhluk lainnya maupun kehidupan antar manusia sendiri. Pelajaran ini memberi petunjuk bahwa manusia tidak bisa menyombongkan diri atau tidak merasa perlu terhadap lainnya apalagi manusia sebagai insan sosial sehingga tidak sepantasnya manusia satu membunuh manusia lainnya. Manusia merupakan bagian dari alam yang menjaga ekosistem untuk kelangsungan hidupnya. Selama ini manusia beranggapan bukan bagian dari alam sehingga dapat memanfaatkan segala sesuatu yang ada di alam (Utina & Bederan, 2009).
- Bagaimana caranya menghubungkan setiap organisme melalui interaksi makan untuk membuat jaring makanan?
Menghubungkan organisme melalui interaksi makan untuk membuat jaringan makanan adalah dengan cara menelusuri rantai makanan setiap individu kemudian menghubungkannya menjadi jaring makanan setiap organisme heterotrof bergantung pada organisme lainnya untuk memperoleh makanan, dalam memperoleh makanan organisme-organisme tadi membentuk suatu pola bersambung yang di sebut rantai makanan. Rantai makann selalu di mulai dari organisme autotrof sebagai produsennya, kemudian hewan herbivora lalu di tingkat berikutnya hewan karnivora. Di alam terdapat banyak sekali rantai makanan sehingga terjadi interaksi antara rantai makanan 1 dan lainnya. Gabungan dari banyak rantai makanan ini membentuk interaksi yang di sebut jaring makanan (Woodward & Green, 2015)
- Mengapa kita membutuhkan lebih banyak produsen (tumbuhan) dan lebih sedikit karnivora (hewan) dalam jaring makanan?
Salah satu komponen ekosistem, jenis-jenis satwa liar sebagai individu maupun kelompok mempunyai peran dalam menjaga keseimbangan proses di alam. Secara umum, beberapa jenis satwaliar merupakan konsumen pertama dalam piramida makanan, sedangkan beberapa jenis lainnya merupakan konsumen kedua, ketiga dan seterusnya. Dengan demikian, kelangsungan kehidupan satwa akan tergantung satu sama lain; dan penurunan populasi salah satu diantaranya akan berdampak negatif terhadap kesinambungan jaring-jaring makanan dan menghambat kelancaran arus dan siklus energi. Satwa herbivora (pemakan tumbuhan) merupakan kontrol bagi perkembangan tumbuhan, satwa karnivora (pemakan daging/pemangsa) merupakan pengendali perkembangan hewan mangsa. Demikian juga sebaliknya, kelimpahan tumbuhan dapat mengontrol perkembangan hewan herbivora, dan hewan-hewan mangsa dapat mengontrol perkembangan pemangsa.Saling kontrol inilah yang membuat dinamika populasi dalam suatu komunitas berlangsung secara alami, sehingga keseimbangan ekosistem tetap terjaga (Mangunjaya et al., 2017).
- Bagaimana agar ekosistem tetap seimbang sehingga mendukung semua organisme yang hidup di sana?
Hal utama ekosistem adalah kesaling-tergantungan. Tidak ada satu komponenpun yang dapat berdiri sendiri tanpa dipengaruhi dan mempengaruhi komponen lainnya. Jika satu komponen berubah, maka perubahannya akan membuat komponen lain juga berubah; jika berubahnya ke arah tidak baik maka komponen lain pun akan berubah ke arah tak baik (Mangunjaya et al., 2017). Analisis mengenai dampak lingkungan adalah merupakan salah satu perangkat preemtif dan preventif pengelolaan lingkungan hidup (Farahwati, 2020).
- Bencana alam dapat berdampak besar pada ekosistem. Apa yang bisa kita lakukan agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga?
Bencana alam dikategorikan menjadi 3 grup spesifik, yaitu (Moe & Pathranarakul, 2006) :
- Hydro-meteorological disasters, bencana yang berhubungan dengan air dan meteorologi contohnya banjir, gelombang pasang, badai, kekeringan, serta tanah dan salju longsor.
- Geophysical disasters atau bencana geofisik contohnya gempa bumi, tsunami, dan erupsi vulkanik.
- Biological disasters, atau bencana biologis contohnya pandemi dan serangan hama serangga.
Agar ekosistem tetap terjaga kita dapat melakukannya dengan cara mencegah kerusakan ekosistem laut dan darat seperti :
- Tidak membuang sampah sembarangan di sungai ataupun di saluran air, selain untuk menghindari pencemaran juga dapat mencegah banjir
- Melakukan reboisasi (penanaman hutan kembali) pada kawasan-kawasan yang hutannya telah gundul, dan merehabilitasi kembali hutan-hutan yang telah rusak.
- Pada bidang pertanian dapat dilakukan pengurangan penggunaan pestisida karena dapat mencemari lingkungan
- Melarang pembuangan limbah rumah tangga, sampah-sampah, dan benda-benda lainnya ke sungai maupun laut karena sungai dan laut bukan tempat pembuangan sampah.
- Tidak membuang limbah pabrik secara sembarangan
- Melakukan terasering. Terasering merupakan upaya untuk penanggulangan erosi tanah supaya tanah tidak terkikis dari akibat aliran air dan tidak menyebabkan terjadinya bencana tanah longsor.
- Jika suatu organisme beradaptasi dengan lingkungannya apa artinya? Organisme memiliki cara berbeda-beda untuk beradaptasi, bagaimana caranya?
Setiap organisme akan beradaptasi dengan lingkungannya jika terjadi suatu perubahan terhadap lingkungannya yang mengakibatkan organisme tersebut melakukan adaptasi. Penjelasan ini didasarkan pada teori darwin (1809-1882) yang menyatakan bahwa makhluk hidup yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya yang akan bertahan hidup atau bisa juga disebut dengan “Survival of the fittest” (Baharuddin & Idrus, 2020).
- Why have some organisms become extinct?
Selain faktor alam kepunahan dari organisme juga disebabkan oleh campur tangan manusia sepereti perusakan habitat dan pemanfaatan SDA berlebihan, selain itu kepunahan juga terjadi akibat perburuan dan perdagangan ilegal vegetasi dan hewan. Kepunahan organisme secara alami dapat diakibatkan oleh perubahan iklim yang ekstrem dan dapat juga disebabkan oleh epidemi penyakit, asteroid atau spesies invansif. Faktor tersebut dapat mengurami jumlah organisme dari suatu spesies yang mana jika terjadi penurunan jumlah organisme maka akan menuju ke kepunahan atau menjadi sulit ditemukan (Samedi, 2015).
- Selama perjalanan sejarah bumi, banyak organisme telah punah, lalu apa yang berbeda dan mengkhawatirkan tentang penurunan jumlah badak dan gajah?
Secara umum penyebab kepunahan spesies karena 2 hal yaitu kerusakan habitat akibat konfersi habitat alami dan pemanfaatan SDA dengan cara merusak. Yang kedua pemanfaatan spesies dengan perburuan dan perdagangan ilegal, serta pemasukan spesies bersifat infasif. Kepunahan organisme disebabkan oleh faktor alam, perubahan iklim yang ekstrem dan dapat juga disebabkan oleh epidemi penyakit, asteroid atau spesies invansif (Samedi, 2015).
- How can we make a difference to conserve our own environments?
1.Konsep sikap kita harus dirubah menjadi lebih peduli lingkungan.
2.Pelestarian lingkungan hidup
3.Memelihara kebersihan lingkungan.
4.Pengetahuan tentang pentingnya pelestarian lingkungan harus diberikan agar perilaku positif dalam upaya menjaga kebersihan lingkungan dapat didapatkan (Darmawan & Fadjarajani, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, H., & Idrus, I. K. 2020. Mutasi Genetik dan Teori Evolusi. Jakarta : Direktorat Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Direktorat Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus.
Darmawan, D., & Fadjarajani, S. (2016). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap Pelestarian Lingkungan Dengan Perilaku Wisatawan Dalam Menjaga Kebersihan Lingkungan (Studi Di Kawasan Objek Wisata Alam Gunung Galunggung Desa Linggajati Kecamatan Sukaratu Kabupaten Tasikmalaya), Jurnal Geografi, 4(1).
Farahwati. (2020). Pembangunan Berkelanjutan menjadi Dasar Terintegrasi dalam Pembangunan Suatu Wilayah berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jurnal Legalitas, 5(1), 65-85.
Hickman, C. P., Roberts, L. S., & Larson, A. (2002). Animal Diversity. New York : The McGraw−Hill Companies.
Mangunjaya, F. M., Hayu, S. P., Imran, S. L. T., Ahmad, S. A., Chairul, S., Sunarto., Mifta, H., & Taufik, M. (2017). Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem. Jakarta : Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup & Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia.
Moe, T. L., & Pathranarakul, P. (2006). An Integrated Approach to Natural Disaster Management. Disaster Prevention and Management: An International Journal, 15(3), 396-413.
Samedi. (2015). Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia: Rekomendasi Perbaikan Undang-Undang Konservasi. Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia, 2(2).
Utina, R., & Baderan, D. W. K. (2009). Ekologi dan lingkungan hidup. Gorontalo.
Winata, L. (1998). Budidaya Anggrek. Jakarta: Penebar Swadaya.
Woodward, J, & J. Green. (2015) . Ekologi. Bandung : PT. Pakar Raya.
Catatan : Tulisan ini merupakan Ringkasan Materi 11 Pertemuan 1-10 Ekologi Dasar, ditulis oleh : Camalia Maisya – 1911013220016, Madyan Akmal Hidayat – 1911013110003, Yhoe Alfianda – 1911013210021, dan Zahratul Munawarah – 1911013120001