Penilai risiko dan manajer risiko umumnya memeriksa kesehatan ekologis (menggunakan bioindikator) atau kesehatan manusia (menggunakan biomarker paparan atau efek). Diperkirakan jika ini diimplementasikan maka mungkin akan menguntungkan untuk mengembangkan bioindikator yang dapat digunakan untuk menilai paparan dan efek bagi reseptor manusia dan non-manusia.
Kami menggambarkan karakteristik bioindikator yang cocok untuk kesehatan manusia dan ekologi menggunakan merpati berkabung (Zenaida macroura), rakun (Procyon lotor), dan ikan biru (Pomatomus saltatrix) sebagai contoh, dan daftar karakteristik umum spesies lain yang akan menjadikannya indikator yang berguna untuk menilai kesehatan manusia dan ekologi.
Bioindikator dapat digunakan secara cross-sectional untuk menilai status ekosistem dan risiko serta secara longitudinal untuk memantau perubahan atau mengevaluasi remediasi.
Untuk penilaian risiko manusia dan ekologi, ada tiga rangkaian karakteristik yang perlu dipertimbangkan ketika memilih bioindikator: relevansi biologis, relevansi metodologis, dan relevansi sosial.
Sebuah indikator yang gagal memenuhi ini kemungkinan besar tidak akan dianggap efektif dari segi biaya dan kemungkinan besar akan ditinggalkan. Indikator harus mudah diukur dan harus mengukur berbagai dampak penting.
Untuk dukungan bioindikator jangka panjang, indikatornya harus mudah dipahami, dan hemat biaya. Kami menyarankan bahwa bioindikator yang juga dapat digunakan untuk penilaian risiko ekologi dan kesehatan manusia adalah optimal.
Ada banyak upaya yang bisa dilakukan untuk merestorasi ekosistem mangrove. Beberapa dari upaya ini tergolong skala sangat besar yakni melibatkan beberapa ribu hektar lahan pesisir. Namun ada juga yang melakukan restorasi hutan bakau dalam skala kecil yakni dengan luas kurang dari satu hektar. Dalam kajian ini ukuran skala restorasi baik yang besar maupun kecil tidak dipermasalahkan, namun pelajaran yang bisa dipetik adalah sangat penting berkomitmen membangun kembali (restorasi) hutan bakau (mangrove) yang hilang dengan cepat. Tanpa mengambil langkah-langkah yang diperlukan sekarang untuk memulihkan bakau, wilayah pesisir planet kita akan terkena dampak serius oleh erosi, penurunan perikanan, hilangnya satwa liar, dan masyarakat adat pesisir yang terlantar.
Terkait dengan restorasi ekosistem dan lanskap pada ekosistem mangrove berikut ini disampaikan materi berjudul : Ecological Approach in Mangrove Restoration, yang disampaikan oleh Ibu Dr. Devi N. Choesin dari School of Life Sciences and Technology, Institut Teknologi Bandung saat beliau menjadi Dosen KULIAH TAMU pada PRODI BIOLOGI FMIPA Universitas Lambung Mangkurat pada hari KAMIS, 26 NOVEMBER 2020.
Jumlah jurnal dan prosiding di Indonesia saat sudah cukup banyak, namun kenyataannya belum seluruhnya mampu memenuhi syarat untuk terakreditasi nasional dan terindeks pada database pengindeks internasional bereputasi. Agar jurnal dan prosiding tersebut dikenal memiliki reputasi tinggi maka diperlukan usaha yang disebut sebagai indeksasi.
Indeksasi jurnal dan prosiding adalah upaya untuk mendaftarkan jurnal atau prosiding pada lembaga pengindeks yang bereputasi. Selanjutnya lembaga pengindeks tersebut akan membantu mempromosikan jurnal dan prosiding yang diindeksasikan tersebut kepada publik. Jika jurnal dan prosiding itu telah terindeks di banyak database, maka secara tidak langsung usaha ini akan memudahkan sitasi secara global. Dengan meningkatnya sitasi jurnal dan prosiding , maka reputasi jurnal otomatis akan meningkat atau naik. Silakan baca yang lainnya di bawah ini :
Masyarakat lebih sering menjadi korban pembangunan ketimbang penikmat pembangunan. Sehingga, aspek ini perlu diberdayakan lebih intensif. Hal ini agar masyarakat tidak saja dijadikan objek yang tekena dampak namun diposisikan sejajar dengan kelompok terlibat lainnya dalam memformulasikan kebijakan lingkungan. Melalui pendekatan kondisi partisipasi masyarakat dalam perencanaan reklamasi lahan bekas tambang diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Fungsi partisipasi masyarakat adalah sebuah instrumen komunikasi dua arah antara pemrakarsa dengan masyarakat dalam menentukan formulasi kebijakan pengelolaan lingkungan di wilayah tersebut. Adanya pengetahuan tentang gambaran riil partisipasi masyarakat lokal dalam reklamasi beserta faktor yang mempengaruhinya, maka dapat dijadikan bahan kajian dan analisis lebih lanjut dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (Iswahyudi et al., 2013).
Partisipasi penduduk lokal diperlukan sebagai bentuk kesadaran dan perbaikan aktivitas masyarakat yang selama ini cenderung merusak ekosistem melalui illegal logging, hunting, poaching dan pertanian ladang berpindah. Partisipasi penduduk juga diperlukan agar program yang direncanakan sejalan dengan tujuan restorasi ekosistem selain kuatnya kelembagaan pada masyarakat (ormas) maupun kelembagaan pada pemerintah. Pembentukan forum atau lembaga yang terdiri dari unsur masyarakat, pemerintah, dan swasta diperlukan agar terjadi sinkronisasi diantara kedua lembaga dengan karakter dan peran yang berbeda (Kadarsah, 2021).
Iswahyudi, M., Wahyu, Shiddiq, M., & Erhaka, M. E. (2013). Masyarakat Lokal Dan Program Reklamasi Lahan Bekas Tambang Di Desa Banjar Sari Kecamatan Angsana. Enviro Scienteae, 9, 177–185.
Kadarsah, A. (2021). Restorasi Ekosistem & Lanskap (A. Hadi (ed.); ke-1). Lambung Mangkurat University Press.
Aktivitas manusia yang terus menerus mengubah proses sistem bumi melalui modifikasi kondisi lingkungan dan keanekaragaman hayati. Perubahan ekologi yang berlangsung pada berbagai skala ruang (lanskap atau bentang alam) dan waktu terus berdampak terhadap hilangnya struktur, fungsi, jasa dan layanan ekosistem yang penting seperti : penyediaan pangan, bahan bakar, sumber air, sumber mata pencaharian, tradisi budaya, dan kesehatan serta rekreasi.
Lanskap merupakan ruang yang heterogen dan saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam bentuk hubungan timbal balik antara komponen abiotik (air, udara, tanah, dan sebagainya) dan hayati (tumbuhan, hewan, manusia, dan sebagainya), yang terjadi dalam jangka panjang. Keberadaan lanskap juga dipengaruhi oleh proses dan kegiatan historis, ekonomi, dan budaya yang terjadi di wilayah tersebut
Dalam upaya memulihkan (restorasi) sebuah lanskap yang rusak maka seharusnya mempertimbangkan identitas yang selama ini sudah terbentuk selama ratusan tahun. Sebuah identitas terbentuk dari proses kebudayaan, mulai dari kepercayaan, teknologi, ilmu pengetahuan, hingga ekonomi, yang terbangun karena adanya hubungan manusia dengan bentang alam. Karakteristik wilayah terutama kondisi alam dan budaya masyarakatnya yang berbeda akan berdampak pada munculnya beragam masalah. Dan terkait hal ini maka diperlukan upaya mitigasi (pencegahan) dan adaptasi (penyesuaian) model kebijakan untuk menentukan kebijakan dan jenis penanganan perbaikan lanskap yang akan dilakukan. Pilihan pendekatan lanskap berkelanjutan seharusnya menjadi pilihan pemangku kebijakan karena mengintegrasikan kelestarian ekologi dalam mengoptimalkan manfaat secara ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pendekatan lanskap dalam restorasi ekosistem dan lanskap tiga elemen utama, yaitu : 1) Air dan tanah. Penyediaan kembali air merupakan elemen vital untuk keberlangsungan hidup makhluk hidup dan kegiatan ekonomi di sekitarnya. Sedangkan pemulihan tanah yang sehat merupakan syarat dasar bagi keberlangsungan produksi jasa dan layanan ekosistem. 2) Masyarakat. Pemulihan lanskap berkelanjutan tidak hanya menciptakan ruang-ruang hijau untuk kelestarian, tetapi juga menerapkan desain atau praktek yang memberikan manfaat bagi masyarakat dan ekosistem secara bersamaan. Kualitas kehidupan masyarakat mempengaruhi masyarakat dalam menentukan sikap dalam mengelola sumber daya alam di sekitarnya, dan sebaliknya. dan 3) Akses pasar. Permintaan pasar akan mempengaruhi pengambilan keputusan ekonomi, termasuk dalam menentukan komoditas yang ditanam dan praktek budidaya yang dilakukan.
Kajian utama restorasi ekosistem dan lanskap terletak pada proses yang membentuk identitas dan kelimpahan spesies dalam komunitas ekologis pasca gangguan, seperti lanskap pasca tambang. Kajian restorasi ekosistem dan lanskap dimulai dari berbagai kelompok taksonomi (mulai dari mikroba hingga pohon) pada berbagai tipe ekosistem termasuk lahan basah, hutan, area pertanian, dan pegunungan. Tema penelitian ekologi lanskap meliputi : biogeografi, urbanisasi, restorasi ekosistem, bioindikasi, dan dampak antropogenik terhadap biodiversitas dan fungsi ekosistem.
Pekerjaan dalam ekologi lanskap bersifat kuantitatif (penghitungan jumlah) dengan cara menggabungkan pendekatan teoretis, eksperimental, dan lapangan. Tujuan umum kajian ekologi lanskap adalah meningkatkan pemahaman tentang proses biotik dan abiotik pada lanskap yang terdampak aktivitas antropogenik dan konsekuensinya terhadap struktur dan fungsi ekosistem. Penelitian kajian ekologi lanskap diharapkan berkontribusi untuk mengembangkan solusi efektif dalam upaya mengurangi efek aktivitas manusia pada biosfer secara keseluruhan. Berikut ini adalah topik rencana penelitian dalam kajian ekologi pemulihan lanskap atau restorasi ekosistem dan lanskap.
Pola dan proses pembentukan komunitas pada lanskap yang terdampak aktivitas antropogenik. Menilai kendala pengaruh faktor abiotik dan biotik pada spesies yang ada pada lanskap secara lokal dan regional. Memahami cara pembentukan atau perakitan berbagai komunitas pada berbagai skala spasial yang kompleks.
biodivesitas dan proses ekologi pada lanskap permukiman. Menilai mekanisme yang mendasari dampak aktivitas manusia terhadap biodiversitas menggunakan ciri-ciri spesies. Pengembangan pemahaman tentang pembentukan komunitas makhluk hidup pada lanskap permukiman dengan pendekatan multi-skala. Pengembangan strategi untuk mengelola dampak aktivitas antropogenik terhadap ekosistem permukiman.
Bioindikasi berdasarkan struktur dan komposisi komunitas ekologis : Mengidentifikasi spesies indikator pola dan proses ekologi utama pada skala lanskap. Menguji potensi penggunaan indikator untuk mendukung jasa dan layanan ekosistem pada skala lanskap. Mengembangkan pendekatan baru untuk mensurvei dan mengelola keberlanjutan ekosistem pada skala lanskap.
Restorasi ekosistem. Menilai dampak restorasi (pemulihan) struktur dan fungsi ekosistem secara lokal terhadap biodiversitas dan jasa ekosistem. Memahami proses ekologi yang berlangsung skala lanskap dan terkait dengan restorasi ekosistem secara lokal.