Plastik menjadi komoditas global yang penting dan banyak digunakan di hampir semua bagian kehidupan, sehingga lebih mudah menjadi timbulan sampah dalam jumlah besar di seluruh dunia. Tumpukan plastik umumnya terjadi di wilayah yang pengelolaan sampahnya tergolong buruk, dan juga ditunjang oleh kebijakan pembuangan limbah plastik yang tidak tepat.
Mangrove merupakan salah satu ekosistem utama pendukung kehidupan pada wilayah pesisir dan kelautan. Fungsi ekologis mangrove terpenting sebagai penyerap limbah, termasuk limbah mikroplastik. Hingga saat ini sampah plastik diperkirakan telah menjadi gangguan yang dominan pada ekosistem mangrove. Kehadiran sampah plastik dapat mengganggu sistem pernafasan pada akar nafas (pneumatofor) tumbuhan mangrove seperti Avicennia, dan juga mengganggu habitat kepiting bakau yang tinggal di bagian bentik (sedimen), seperti terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Kehadiran sampah plastik pada akar nafas (pneumatofor) tumbuhan mangrove (Dokumentasi pribadi, 2023).
Sampah plastik tidak hanya merusak stuktur dan fungsi pada ekosistem mangrove, namun kehadiran plastik juga bisa mengganggu berbagai jasa ekosistem yang dihasilkan oleh ekosistem mangrove, seperti : jasa penyediaan pangan dan jasa habitat bagi fauna penting seperti kepiting bakau. Gangguan yang disebabkan plastik tersebut akhirnya bisa menimbulkan kematian. Akumulasi plastik pada akar mangrove secara langsung akan menghalangi daur materi dan energi ekosistem mangrove. Dan semua itu memicu pencemaran mikroplastik pada skala yang lebih luas , serta berdampak langsung bagi kesehatan manusia.
Pustaka
Kadarsah, Anang, and Krisdianto. 2018. “Identifikasi Karakter Lansekap Dan Aktivitas Antropogenik Dalam Upaya Konservasi Kerang Kapah (Polymesoda Erosa) Di Pesisir Pantai Desa Tabanio.” Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan Basah P-ISSN 2623-1611 3 (April): 293–300. https://snllb.ulm.ac.id/prosiding/index.php/snllb-lit/article/view/62/62.
Penilai risiko dan manajer risiko umumnya memeriksa kesehatan ekologis (menggunakan bioindikator) atau kesehatan manusia (menggunakan biomarker paparan atau efek). Diperkirakan jika ini diimplementasikan maka mungkin akan menguntungkan untuk mengembangkan bioindikator yang dapat digunakan untuk menilai paparan dan efek bagi reseptor manusia dan non-manusia.
Kami menggambarkan karakteristik bioindikator yang cocok untuk kesehatan manusia dan ekologi menggunakan merpati berkabung (Zenaida macroura), rakun (Procyon lotor), dan ikan biru (Pomatomus saltatrix) sebagai contoh, dan daftar karakteristik umum spesies lain yang akan menjadikannya indikator yang berguna untuk menilai kesehatan manusia dan ekologi.
Bioindikator dapat digunakan secara cross-sectional untuk menilai status ekosistem dan risiko serta secara longitudinal untuk memantau perubahan atau mengevaluasi remediasi.
Untuk penilaian risiko manusia dan ekologi, ada tiga rangkaian karakteristik yang perlu dipertimbangkan ketika memilih bioindikator: relevansi biologis, relevansi metodologis, dan relevansi sosial.
Sebuah indikator yang gagal memenuhi ini kemungkinan besar tidak akan dianggap efektif dari segi biaya dan kemungkinan besar akan ditinggalkan. Indikator harus mudah diukur dan harus mengukur berbagai dampak penting.
Untuk dukungan bioindikator jangka panjang, indikatornya harus mudah dipahami, dan hemat biaya. Kami menyarankan bahwa bioindikator yang juga dapat digunakan untuk penilaian risiko ekologi dan kesehatan manusia adalah optimal.
Ada banyak upaya yang bisa dilakukan untuk merestorasi ekosistem mangrove. Beberapa dari upaya ini tergolong skala sangat besar yakni melibatkan beberapa ribu hektar lahan pesisir. Namun ada juga yang melakukan restorasi hutan bakau dalam skala kecil yakni dengan luas kurang dari satu hektar. Dalam kajian ini ukuran skala restorasi baik yang besar maupun kecil tidak dipermasalahkan, namun pelajaran yang bisa dipetik adalah sangat penting berkomitmen membangun kembali (restorasi) hutan bakau (mangrove) yang hilang dengan cepat. Tanpa mengambil langkah-langkah yang diperlukan sekarang untuk memulihkan bakau, wilayah pesisir planet kita akan terkena dampak serius oleh erosi, penurunan perikanan, hilangnya satwa liar, dan masyarakat adat pesisir yang terlantar.
Terkait dengan restorasi ekosistem dan lanskap pada ekosistem mangrove berikut ini disampaikan materi berjudul : Ecological Approach in Mangrove Restoration, yang disampaikan oleh Ibu Dr. Devi N. Choesin dari School of Life Sciences and Technology, Institut Teknologi Bandung saat beliau menjadi Dosen KULIAH TAMU pada PRODI BIOLOGI FMIPA Universitas Lambung Mangkurat pada hari KAMIS, 26 NOVEMBER 2020.
Jumlah jurnal dan prosiding di Indonesia saat sudah cukup banyak, namun kenyataannya belum seluruhnya mampu memenuhi syarat untuk terakreditasi nasional dan terindeks pada database pengindeks internasional bereputasi. Agar jurnal dan prosiding tersebut dikenal memiliki reputasi tinggi maka diperlukan usaha yang disebut sebagai indeksasi.
Indeksasi jurnal dan prosiding adalah upaya untuk mendaftarkan jurnal atau prosiding pada lembaga pengindeks yang bereputasi. Selanjutnya lembaga pengindeks tersebut akan membantu mempromosikan jurnal dan prosiding yang diindeksasikan tersebut kepada publik. Jika jurnal dan prosiding itu telah terindeks di banyak database, maka secara tidak langsung usaha ini akan memudahkan sitasi secara global. Dengan meningkatnya sitasi jurnal dan prosiding , maka reputasi jurnal otomatis akan meningkat atau naik. Silakan baca yang lainnya di bawah ini :
Masyarakat lebih sering menjadi korban pembangunan ketimbang penikmat pembangunan. Sehingga, aspek ini perlu diberdayakan lebih intensif. Hal ini agar masyarakat tidak saja dijadikan objek yang tekena dampak namun diposisikan sejajar dengan kelompok terlibat lainnya dalam memformulasikan kebijakan lingkungan. Melalui pendekatan kondisi partisipasi masyarakat dalam perencanaan reklamasi lahan bekas tambang diharapkan dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Fungsi partisipasi masyarakat adalah sebuah instrumen komunikasi dua arah antara pemrakarsa dengan masyarakat dalam menentukan formulasi kebijakan pengelolaan lingkungan di wilayah tersebut. Adanya pengetahuan tentang gambaran riil partisipasi masyarakat lokal dalam reklamasi beserta faktor yang mempengaruhinya, maka dapat dijadikan bahan kajian dan analisis lebih lanjut dalam kebijakan pengelolaan sumber daya alam dalam kerangka pembangunan berkelanjutan (Iswahyudi et al., 2013).
Partisipasi penduduk lokal diperlukan sebagai bentuk kesadaran dan perbaikan aktivitas masyarakat yang selama ini cenderung merusak ekosistem melalui illegal logging, hunting, poaching dan pertanian ladang berpindah. Partisipasi penduduk juga diperlukan agar program yang direncanakan sejalan dengan tujuan restorasi ekosistem selain kuatnya kelembagaan pada masyarakat (ormas) maupun kelembagaan pada pemerintah. Pembentukan forum atau lembaga yang terdiri dari unsur masyarakat, pemerintah, dan swasta diperlukan agar terjadi sinkronisasi diantara kedua lembaga dengan karakter dan peran yang berbeda (Kadarsah, 2021).
Iswahyudi, M., Wahyu, Shiddiq, M., & Erhaka, M. E. (2013). Masyarakat Lokal Dan Program Reklamasi Lahan Bekas Tambang Di Desa Banjar Sari Kecamatan Angsana. Enviro Scienteae, 9, 177–185.
Kadarsah, A. (2021). Restorasi Ekosistem & Lanskap (A. Hadi (ed.); ke-1). Lambung Mangkurat University Press.
Aktivitas manusia yang terus menerus mengubah proses sistem bumi melalui modifikasi kondisi lingkungan dan keanekaragaman hayati. Perubahan ekologi yang berlangsung pada berbagai skala ruang (lanskap atau bentang alam) dan waktu terus berdampak terhadap hilangnya struktur, fungsi, jasa dan layanan ekosistem yang penting seperti : penyediaan pangan, bahan bakar, sumber air, sumber mata pencaharian, tradisi budaya, dan kesehatan serta rekreasi.
Lanskap merupakan ruang yang heterogen dan saling berkaitan dan saling mempengaruhi dalam bentuk hubungan timbal balik antara komponen abiotik (air, udara, tanah, dan sebagainya) dan hayati (tumbuhan, hewan, manusia, dan sebagainya), yang terjadi dalam jangka panjang. Keberadaan lanskap juga dipengaruhi oleh proses dan kegiatan historis, ekonomi, dan budaya yang terjadi di wilayah tersebut
Dalam upaya memulihkan (restorasi) sebuah lanskap yang rusak maka seharusnya mempertimbangkan identitas yang selama ini sudah terbentuk selama ratusan tahun. Sebuah identitas terbentuk dari proses kebudayaan, mulai dari kepercayaan, teknologi, ilmu pengetahuan, hingga ekonomi, yang terbangun karena adanya hubungan manusia dengan bentang alam. Karakteristik wilayah terutama kondisi alam dan budaya masyarakatnya yang berbeda akan berdampak pada munculnya beragam masalah. Dan terkait hal ini maka diperlukan upaya mitigasi (pencegahan) dan adaptasi (penyesuaian) model kebijakan untuk menentukan kebijakan dan jenis penanganan perbaikan lanskap yang akan dilakukan. Pilihan pendekatan lanskap berkelanjutan seharusnya menjadi pilihan pemangku kebijakan karena mengintegrasikan kelestarian ekologi dalam mengoptimalkan manfaat secara ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pendekatan lanskap dalam restorasi ekosistem dan lanskap tiga elemen utama, yaitu : 1) Air dan tanah. Penyediaan kembali air merupakan elemen vital untuk keberlangsungan hidup makhluk hidup dan kegiatan ekonomi di sekitarnya. Sedangkan pemulihan tanah yang sehat merupakan syarat dasar bagi keberlangsungan produksi jasa dan layanan ekosistem. 2) Masyarakat. Pemulihan lanskap berkelanjutan tidak hanya menciptakan ruang-ruang hijau untuk kelestarian, tetapi juga menerapkan desain atau praktek yang memberikan manfaat bagi masyarakat dan ekosistem secara bersamaan. Kualitas kehidupan masyarakat mempengaruhi masyarakat dalam menentukan sikap dalam mengelola sumber daya alam di sekitarnya, dan sebaliknya. dan 3) Akses pasar. Permintaan pasar akan mempengaruhi pengambilan keputusan ekonomi, termasuk dalam menentukan komoditas yang ditanam dan praktek budidaya yang dilakukan.
Kajian utama restorasi ekosistem dan lanskap terletak pada proses yang membentuk identitas dan kelimpahan spesies dalam komunitas ekologis pasca gangguan, seperti lanskap pasca tambang. Kajian restorasi ekosistem dan lanskap dimulai dari berbagai kelompok taksonomi (mulai dari mikroba hingga pohon) pada berbagai tipe ekosistem termasuk lahan basah, hutan, area pertanian, dan pegunungan. Tema penelitian ekologi lanskap meliputi : biogeografi, urbanisasi, restorasi ekosistem, bioindikasi, dan dampak antropogenik terhadap biodiversitas dan fungsi ekosistem.
Pekerjaan dalam ekologi lanskap bersifat kuantitatif (penghitungan jumlah) dengan cara menggabungkan pendekatan teoretis, eksperimental, dan lapangan. Tujuan umum kajian ekologi lanskap adalah meningkatkan pemahaman tentang proses biotik dan abiotik pada lanskap yang terdampak aktivitas antropogenik dan konsekuensinya terhadap struktur dan fungsi ekosistem. Penelitian kajian ekologi lanskap diharapkan berkontribusi untuk mengembangkan solusi efektif dalam upaya mengurangi efek aktivitas manusia pada biosfer secara keseluruhan. Berikut ini adalah topik rencana penelitian dalam kajian ekologi pemulihan lanskap atau restorasi ekosistem dan lanskap.
Pola dan proses pembentukan komunitas pada lanskap yang terdampak aktivitas antropogenik. Menilai kendala pengaruh faktor abiotik dan biotik pada spesies yang ada pada lanskap secara lokal dan regional. Memahami cara pembentukan atau perakitan berbagai komunitas pada berbagai skala spasial yang kompleks.
biodivesitas dan proses ekologi pada lanskap permukiman. Menilai mekanisme yang mendasari dampak aktivitas manusia terhadap biodiversitas menggunakan ciri-ciri spesies. Pengembangan pemahaman tentang pembentukan komunitas makhluk hidup pada lanskap permukiman dengan pendekatan multi-skala. Pengembangan strategi untuk mengelola dampak aktivitas antropogenik terhadap ekosistem permukiman.
Bioindikasi berdasarkan struktur dan komposisi komunitas ekologis : Mengidentifikasi spesies indikator pola dan proses ekologi utama pada skala lanskap. Menguji potensi penggunaan indikator untuk mendukung jasa dan layanan ekosistem pada skala lanskap. Mengembangkan pendekatan baru untuk mensurvei dan mengelola keberlanjutan ekosistem pada skala lanskap.
Restorasi ekosistem. Menilai dampak restorasi (pemulihan) struktur dan fungsi ekosistem secara lokal terhadap biodiversitas dan jasa ekosistem. Memahami proses ekologi yang berlangsung skala lanskap dan terkait dengan restorasi ekosistem secara lokal.
Krisis ekologi yang terjadi saat ini bersumber pada perilaku manusia. Ini terlihat dari pola produksi dan konsumsi yang tidak ekologis bahka teknologi hasil ciptaan manusia lebih banyak digunakan untuk merusak lingkungan langsung ataupun tidak. Perubahan bentang alam yang terjadi saat ini, seperti hutan dan perbukitan yang terbuka akibat aktivitas perkebunan, pertambangan, dan lainnya, membuat kebudayaan yang terbangun selama ini terganggu atau hilang. Menjaga bentang alam tetap lestari, maka perlu memperhatikan penanda hubungan manusia dengan bentang alam akan membentuk identitas yang disebut sebagai bioindikator.
Apa yang bisa diceritakan kenari di tambang batu bara kepada kita? Secara historis, burung kenari menemani penambang batu bara jauh di bawah tanah. Kapasitas paru-paru mereka yang kecil dan sistem ventilasi paru-paru searah membuat mereka lebih rentan terhadap konsentrasi kecil karbon monoksida dan gas metana daripada rekan manusia mereka. Hingga tahun 1986, sensitivitas akut burung-burung ini berfungsi sebagai indikator biologis kondisi tidak aman di tambang batubara bawah tanah di Inggris. Karena masalah kesehatan manusia terus mendorong pengembangan dan penerapan bioindikator, hilangnya jasa ekosistem (misalnya, udara bersih, air minum, penyerbuk tanaman) semakin memfokuskan perhatian kita pada kesehatan ekosistem alami. Semua spesies (atau kumpulan spesies) mentolerir kisaran terbatas kondisi kimia, fisik, dan biologis, yang dapat kita gunakan untuk mengevaluasi kualitas lingkungan. Terlepas dari banyak kemajuan teknologi, kita mendapati diri kita beralih ke biota ekosistem alami untuk menceritakan kisah dunia kita.
Bioindikator mencakup proses biologis, spesies, atau komunitas dan digunakan untuk menilai kualitas lingkungan dan bagaimana perubahannya dari waktu ke waktu. Perubahan lingkungan sering dikaitkan dengan gangguan antropogenik (misalnya, polusi, perubahan penggunaan lahan) atau stresor alami (misalnya, kekeringan, pembekuan akhir musim semi), meskipun stres antropogenik membentuk fokus utama penelitian bioindikator. Pengembangan dan penerapan bioindikator secara luas telah terjadi terutama sejak tahun 1960-an. Selama bertahun-tahun, kami telah memperluas daftar bioindikator kami untuk membantu kami mempelajari semua jenis lingkungan (yaitu, perairan dan darat), menggunakan semua kelompok taksonomi utama.
Gambar 1: Perbandingan toleransi lingkungan dari (a) bioindikator, (b) spesies langka, dan (c) spesies di mana-mana
Area merah mewakili bagian dari gradien lingkungan (misalnya, ketersediaan cahaya, tingkat nitrogen) di mana individu, spesies, atau komunitas, memiliki kebugaran atau kelimpahan lebih besar dari nol. Garis putus-putus mewakili kinerja puncak di sepanjang gradien lingkungan khusus ini, sementara kotak kuning mencakup kisaran atau toleransi optimal. Bioindikator memiliki toleransi moderat terhadap variabilitas lingkungan, dibandingkan dengan spesies langka dan ada di mana-mana. Toleransi ini memberi mereka kepekaan untuk menunjukkan perubahan lingkungan, namun daya tahan untuk menahan beberapa variabilitas dan mencerminkan respons biotik umum.
Namun, tidak semua proses biologis, spesies, atau komunitas dapat berfungsi sebagai bioindikator yang berhasil. Faktor fisik, kimia, dan biologis (misalnya, substrat, cahaya, suhu, persaingan) bervariasi di antara lingkungan. Seiring waktu, populasi mengembangkan strategi untuk memaksimalkan pertumbuhan dan reproduksi (yaitu, kebugaran) dalam berbagai faktor lingkungan tertentu.
Spesies bioindikator secara efektif menunjukkan kondisi lingkungan karena toleransinya yang moderat terhadap variabilitas lingkungan (Gambar 1). Sebaliknya, spesies langka (atau kumpulan spesies) dengan toleransi sempit seringkali terlalu sensitif terhadap perubahan lingkungan, atau terlalu jarang ditemui, untuk mencerminkan respons biotik umum. Demikian pula, spesies di mana-mana (atau kumpulan spesies) dengan toleransi yang sangat luas kurang sensitif terhadap perubahan lingkungan yang jika tidak mengganggu komunitas lainnya.
Penggunaan bioindikator, bagaimanapun, tidak hanya terbatas pada satu spesies dengan toleransi lingkungan yang terbatas. Seluruh komunitas, yang mencakup berbagai toleransi lingkungan, dapat berfungsi sebagai bioindikator dan mewakili berbagai sumber data untuk menilai kondisi lingkungan dalam pendekatan “indeks biotik” atau “multimetrik”.
Pada dasarnya semua makhluk hidup termasuk manusia dalam kehidupan sehari-harinya sangat bergantung pada keanekaragaman hayati. Meskipun ketergantungan tersebut, bisa dilihat secara kasat mata seperti petani, pekebun, atau pencari kayu di hutan dan dengan cara yang tidak selalu terlihat seperti : pegawai dan wirausaha yang menjualbelikan jasa ekosistem. Pada akhirnya produk dan jasa ekosistem (seperti ketersediaan air tawar, makanan dan sumber bahan bakar) sangat diperlukan untuk mendukung kesehatan manusia dan mendapatkan mata pencaharian yang produktif.
Hilangnya keanekaragaman hayati dapat memiliki dampak langsung yang signifikan terhadap kesehatan manusia jika jasa ekosistem tidak lagi memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial. Secara tidak langsung, perubahan dalam jasa ekosistem mempengaruhi mata pencaharian, pendapatan, migrasi lokal dan, kadang-kadang, bahkan dapat menyebabkan atau memperburuk konflik politik.
Selain itu, keanekaragaman hayati mikroorganisme, flora dan fauna memberikan manfaat yang luas bagi ilmu biologi, kesehatan, dan farmakologi. Penemuan medis dan farmakologis yang signifikan dibuat melalui pemahaman yang lebih besar tentang keanekaragaman hayati bumi. Hilangnya keanekaragaman hayati dapat membatasi penemuan pengobatan potensial untuk banyak penyakit dan masalah kesehatan.
Ada kekhawatiran yang berkembang tentang konsekuensi kesehatan dari hilangnya keanekaragaman hayati. Perubahan keanekaragaman hayati mempengaruhi fungsi ekosistem dan gangguan ekosistem yang signifikan dapat mengakibatkan barang dan jasa ekosistem yang menopang kehidupan. Hilangnya keanekaragaman hayati juga berarti bahwa kita kehilangan, sebelum ditemukan, banyak bahan kimia dan gen alam, dari jenis yang telah memberikan manfaat kesehatan yang sangat besar bagi umat manusia.
Soal: Apakah yang dimaksud dengan shirath yang dipancangkan di atas Jahanam? Bagaimanakah hukum beriman kepada shirath ini? Dan apakah semua yang melewatinya akan mendapatkan rasa sakit?
▶️ Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah menjawab,
☀️ “Shirath ini adalah jembatan yang Allah pancangkan untuk kaum mukminin. Mereka akan melewatinya untuk menuju janah.
🔥 Di atas jembatan itu terdapat jangkar-jangkar yang akan menyambar manusia sesuai dengan kadar amalan mereka.
🔵 Orang yang berhasil melewatinya akan selamat. Akan tetapi ada sebagian orang yang tersambar akibat dosa yang dahulu mereka lakukan.
⏺ Terkadang pula ia tersambar akan tetapi tetap selamat dan berhasil melanjutkan jalannya.
🌅 Shirath ini adalah jembatan yang besar dan benar-benar ada. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskannya. Orang-orang yang telah Allah tuliskan mendapatkan janah akan berhasil melewatinya.
💦 Sebagian orang beriman akan ada yang terjatuh karena maksiatnya.
💥 Tidak ada yang melewatinya kecuali orang-orang yang beriman. Adapun orang kafir tidak melewati jembatan itu.
🍃 Jembatan ini hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa yang berhasil melewatinya akan selamat.
🔥 Orang yang terjatuh karena dosa-dosanya akan disiksa sesuai dengan kadar dosanya.
🔴 Adapun orang-orang kafir mereka langsung digiring ke neraka. Kita memohon keselamatan kepada Allah.
⁉️ BAGAIMANA PROSES MELEWATI JEMBATAN?
🔘 Tidak ada yang melewati jembatan itu kecuali orang-orang yang beriman sesuai dengan kadar amalan mereka berdasar hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disebutkan dalam hadits ini, “Ada kaum mukminin yang melewatinya secepat kedipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang secepat burung, ada yang secepat larinya kuda yang bagus dan para penunggang kuda.
⚠️ Ada yang selamat dan diselamatkan dan ada yang terjatuh dan tersungkur di Jahanam.” Muttafaq ‘alaihi (206).
Dalam Shahih Muslim disebutkan, “Amalan mereka mempercepat jalan mereka. Sementara nabi kalian berdiri di atas jembatan sambil mengatakan, ‘Wahai Rabbku, selamatkanlah, selamatkanlah’, hingga amalan seorang hamba menjadi lemah. Hingga datanglah seorang namun tidak mampu untuk berjalan kecuali dengan merangkak.” (207)
Dalam Shahih al-Bukhari, “Hingga orang yang terakhir melewatinya dengan diseret.”
🔵 ORANG PERTAMA YANG MELEWATI JEMBATAN
🍃 Orang pertama yang melewati shirath dari kalangan para nabi adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. 👉🏻 Sedangkan dari kalangan umat mereka adalah umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdasar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi, “Aku dan umat menjadi orang pertama yang melewatinya. Pada hari itu tidak ada yang berkata-kata kecuali para rasul. Doa yang dipanjatkan oleh para rasul waktu itu adalah, ‘Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah’.” HR. al-Bukhari.
〰️〰️🌹〰️〰️ 🍊 Update Ilmu agama bersama Warisan Salaf di: Website I Telegram I Twitter I Google Plus I Youtube I SMS Tausiyah 💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Survei adalah suatu teknik mengumpulkan informasi dari responden dengan cara menanyakan sejumlah pertanyaan terstruktur kepada responden. Penelitian survey sangat erat kaitannya dengan pengumpulan data secara primer sehingga wawancara merupakan salah satu teknik yang sering digunakan dalam penelitian survey.
Kunci dari pengumpulan informasi dalam penelitian survey adalah pada proses wawancara. Wawancara merupakan sebuah cara yang khusus dalam setting percakapan yang terstruktur, yang masing-masing pewawancara dan responden memiliki batasan peran yang dimainkan. Kecakapan pewawancara dalam berinteraksi dengan responden ikut menentukan kualitas informasi yang dikumpulkan.
Pewawancara memiliki tugas pokok untuk membuat responden dapat berpartisipasi dalam survei dan mencatat informasi dari responden. Kunci sukses wawancara adalah pewawancara mampu mengajak responden untuk berpartisipasi dalam wawancara, menjamin kerahasiaan serta berhasil menerangkan secara baik tujuan yang dilakukan. Jenis wawancara ada dua macam yaitu : wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur.
Wawancara Terstruktur. Wawancara terstruktur merupakan teknik wawancara yang dilakukan apabila peneliti telah memiliki informasi dari apa yang akan ditelitinya. Pewawancara juga telah menyiapkan pertanyaan tertulis serta alternatif jawabannya. Adapun alat yang dapat menunjang wawancara terstruktur dalam penelitian adalah tape recorder, gambar, brosur dan alat lain yang dapat melancarkan proses wawancara.
Wawancara Tidak Terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas. Peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Biasanya teknik ini digunakan pada penelitian yang dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan jawaban dari responden atau narasumbernya. Isi pembicaraan bergantung pada suasana wawancara.
Selama ini banyak pemegang izin usaha pertambangan berdalih bahwa kendala teknologi menjadi persoalan utama dalam melakukan kegiatan paska tambang. Terlebih mengembalikan kondisi lahan seperti semula. Benarkah?
Secara umum, permasalahan tambang di Indonesia disebabkan oleh sistem tambang terbuka atau open pit. Aktivitas tambang terbuka ini selalu melahirkan bahan galian, merubah lansekap dan topografi lahan, meninggalkan kolong atau lubang-lubang yang sebagian menjadi kolam air, pH ekstrim, polusi partikel debu, serta memiskinkan bahan organik, unsur hara dan mikroorgnisme. “Mutu tanah akan menurun drastis akibat kehilangan tanah permukaan, humus dan terjadi pemadatan akibat aktivitas alat berat,” terang Retno Prayutyaningsih dari Balai Penelitian Kehutanan Makassar di Balikpapan, Kalimantan Timur, pekan lalu. Retno menyatakan bahwa alam bisa menyembuhkan dirinya sendiri, namun suksesi primer atau alami akan butuh waktu yang lama. “Oleh sebab itu perlu intervensi dalam bentuk rehabilitasi guna mempercepat suksesi primer tersebut.”
Tantangan untuk merestorasi lahan paska tambang semakin berat karena banyak pemegang izin tidak mengikuti prosedur operasional yang ditentukan dalam memperlakukan top soil dan overburden (lapisan tanah penutup) secara terpisah. “Sehingga, semua tercampur dengan material buangan lain seperti tailing kuarsa,” tambah Pratiwi dari Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi yang melakukan penelitian dan restorasi di lahan bekas tambang timah. Perilaku dan kondisi seperti itu akhirnya menjadi tantangan tersendiri dalam melakukan restorasi lahan paska tambang. Sebagaimana tujuan utama dari restorasi yaitu memulihkan kembali kualitas tanah sehingga memungkinkan keragaman hayati yang hilang bisa dikembali dalam kondisi yang mendekati keadaan sebelum ditambang.
Strategi umum untuk melakukan pemulihan lahan adalah dengan cara melakukan perbaikan kualitas tanah, memilih bibit yang tepat, melakukan penyemaian, penanaman dan pemeliharaan. “Rehabilitasi adalah sebuah proses yang terintegrasi dan butuh waktu. Tanaman yang sehat sewaktu disemai dan ditanam belum tentu akan tumbuh normal setelah waktu tertentu,” terang Pratiwi. Pratiwi menuturkan, pemeliharaan tanaman mutlak dilakukan untuk rehabilitasi lahan bekas tambang sehingga bisa ditentukan langkah yang diperlukan untuk masing-masing tanaman yang dipilih. “Kondisi dan pertumbuhan tanaman pada lahan overburden dan tailing kuarsa berbeda meski jenisnya sama.”
Selain itu penyiapan iklim mikro juga amat penting untuk lahan yang hendak direhabilitasi. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan biomasa. Penanaman cover crop adalah langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengawali usaha rehabilitasi. “Pengalaman kami, penanaman cover crop dengan pola jalur lebih baik dibanding dengan pola spot.” Selain yang sudah diungkapkan oleh Pratiwi, Retno memaparkan pentingnya perbaikan biologi tanah untuk mendukung keberlanjutan restorasi lahan. Dia memperkenalkan teknologi isomik (isolate mikroba) untuk merehabilitasi lahan bekas tambang.
Teknologi isomik adalah aplikasi mikroba tanah yang potensial hasil isolasi mikroba lokal yaitu mikoriza. “Mikoriza adalah jamur atau fungi yang bersimbiosis dengan akar tanaman. Jamur memperoleh makanan dari inang, inang memperoleh manfaat dari adanya jamur yang memproduksi benang-benang untuk memperluas serapan hara,” terang Retno. Manfaat mikoriza adalah meningkatkan daya hidup dan pertumbuhan tanaman. Meningkatkan ketahanan dari defisiensi hara, kekeringan, pH ekstrim, logam berat dan perbaikan struktur dan biologi tanah. “Dampaknya perkembangan komunitas alami baik flora, fauna maupun mikroba akan membuat pemulihan keanekaragaman hayati tercapai.” Kelebihan dari teknologi isomik adalah aplikasinya hanya sekali yaitu pada saat pembuatan bibit.!break!
Bersinergi dengan alam
Ishak Yasir dari Balai Penelitian Teknologi Konservasi SDA Samboja menyatakan pemanfaatan genetic resources atau sumber daya lokal untuk melakukan perbaikan lingkungan atau lahan terdegradasi penting dilakukan. Konsepnya adalah bersinergi dengan alam untuk merehabilitasi lahan bekas tambang. Menurut Ishak, konsep bersinergi dengan alam ini didasarkan atas kenyataan bahwa lahan pertambangan di Kalimantan Timur kerap berada di wilayah hutan dalam bentuk pinjam pakai area. “Area di sekitar tambang biasanya masih berupa hutan yang cukup bagus, sehingga rehabilitasi paska tambang adalah kombinasi antara upaya manusia dengan kekuatan alam.” “Intinya di sekitar lahan terdegradasi banyak material yang bisa dipakai untuk perbaikan lingkungan. Dia mencontohkan kayu-kayu hasil land clearing yang tidak dimanfaatkan bisa dipakai untuk memperbaiki kualitas tanah dengan diolah.
Konsep bersinergi dengan alam ini awalnya diuji coba dan dikembangkan di lahan alang-alang yang akan dipakai untuk reintroduksi dan rehabilitasi orangutan dengan ditanami buah-buahan. “Penanaman buah dimaksudkan untuk mengundang kehadiran burung dan kelelawar yang akan membawa benih dari hutan yang tersisa di sekitar kawasan tambang.” Konsep ini sudah diimplementasikan dan akan terus dikembangkan ke lahan dengan tingkat kerumitan yang berbeda di Kaltim saat ini. “Merestorasi lahan terdegradasi bukan hal yang mustahil. Pertanyaannya adalah perusahaan punya komitmen atau tidak untuk melaksanakan reklamasi paska tambang?
Ekologi merupakan gabungan konsep ekologi dan lanskap. Lanskap secara sederhana berarti bentang alam yang kompleks. Sedangkan ekologi merupakan ilmu yang mempelajari ekosistem (interaksi makhluk hidup dengan lingkungannya). Ekologi lanskap berarti suatu disiplin ilmu yang mempelajari variasi spasial bentang alam atau struktur lanskap yang mempengaruhi proses interaksi makhluk hidup beserta distribusi aliran energi materi dengan lingkungannya.
Ekologi lanskap merupakan cabang ilmu termuda dari ekologi. Tergagas setelah perang dunia II di negara Eropa Tengah dan Eropa Timur. Bersumber pada ilmu geografi, geobumi dan management lanskap. Pertama kali dicetuskan akhir tahun 1930 an oleh Carl Troll. Menurut beliau ekologi lanskap adalah suatu ilmu yang baru dikembangkan dengan mengombinasikan pola spasial, pendekatan secara horizontal dari ahli geografi dan pendekatan secara vertikal dari ahli ekologi.
Fungsi Ekologi Lanskap
Disiplin ilmu yang digunakan untuk:
Mendapatkan gambaran daya dukung lahan untuk menentukan indikator kerusakan lingkungan atau ekosistem akibat ulah manusia.
Sebagai dasar perencanaan design lanskap
Mengetahui sebab-akibat dari heterogenitas spasial
Mengetahui fragmentasi habitat yang mempengaruhi daya hidup suatu populasi tumbuhan maupun hewan. Bantuan teknologi yang digunakan untuk ini dengan Sistem Informasi Geografi (SIG)
Elemen Lanskap Pembentuk Ekologi
Patch: Areal permukaan non-linear yang homogen yang dapat dibedakan dari daerah sekelilingnya. Bentuk, ukuran, type, heterogenitas, dan sifat deliniasinya (batasan daerah).
Corridor: Elemen lanskap yang berbentuk memanjang dan berkesinambugan. Contoh: jalan kereta api, jalan raya dan sungai.
Matriks: Areal homogen yang mendominasi lanskap yang dapat dikategorikan lanskap mayor.
Edge: Daerah peralihan antara patch dan matriks.
Bentuk Ekologi Lanskap Berdasarkan 3 Perspektif
1. Manusia
Manusia memiliki kesatuan fungsi dengan lanskap. Dilihat dari sudut pandang manusia, lanskap terbentang area lanskap hasil dari interaksi manusia dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Terdiri dari sawah, kebun, hutan produksi.
Penyebaran spasial dari lingkungan komponen biotik dan abiotik baik itu sebagai komunitas, woodland, woodlots dll. Hal yang dipertimbangkan kebutuhan hidup tumbuhan. Contoh: Mount ridge landscape, rock debris, bare soil, vegetation patches.
3. Hewan
Hampir sama dengan yang dipandang manusia akan tetapi ada sedikit perbedaan yang lebih natural seperti habitat hutan, sungai, laut dan jumlah pengelompokan hewan.
Hal yang Dipelajari Ekologi Lanskap
Struktur: Hubungan spasial diantara heterogen ekosistem atau elemen lanskap yang ada yaitu distribusi energi, materi dan spesies dalam hubungan terhadap ukuran, bentuk, jumlah dan konfigurasinya.
Fungsi: Interaksi antara spasial berupa aliran energi, material dan spesies dalam komponen ekosistem.
Perubahan: Perubahan struktur dan fungsi mozaik lanskap.
Prinsip Ekologi Lanskap
Prinsip Struktur dan Fungsi Lanskap: Perbedaan struktur pembentuk lanskap baik dalam tipe, ukuran dan bentuknya menyebabkan perbedaan dalam distribusi spesies, energi, materi diantara patch, koridor dan matriks yang ada, sehingga fungsi akan berbeda seperti aliran spesies, energi dan materi diantara elemen pembentuknya
Prinsip Biodiversity (Keanekaragaman Hayati): Meningkatkan total potensi keberadaan spesies membutuhkan dua atau lebih elemen lanskap. Sehingga keragaman edge spesies dan spesies dan menurunkan kelimpahan (abundance) spesies interior.
Prinsip Pergerakan Spesies: Pengaruh heterogenitas lanskap menyebabkan emigrasi dan imigrasi spesies diantara elemen lanskap.
Prinsip Transport Nutrient (hara mineral): Meningkatnya laju perpindahan nutrient hara mineral antar elemen lanskap dapat meningkatkan intensitas gangguan.
Prinsip Aliran Energi: Peningkatan heterogenitas lanskap meningkatnya perpindahan energi panas dan perpindahan biomasa antara elemen lanskap meningkat dengan meningkatnya
Prinsip Perubahan Lanskap: Bila ada gangguan yang besar maka akan menurunkan tingkat heterogenitas landskap
Prinsip Stabilitas Lanskap: Sistem yang secara fisik sangat stabil (ketiadaan biomasa; gurun pasir, jalan, perkotaan), sistem dengan sistem recovery yang cepat (keberadaan tingkat biomasa yang rendah; padang alang/alang, daerah pertanian), sistem dengan tingkat resistensi yang tinggi terhadap gangguan ( keberadaan biomasa yang sangat besar; misal hutan). Biomassa terdiri dari vegetasi juga komponen mikroorganisme dan non-organisme yang terlibat dalam proses pertumbuhan dan reproduksi)
Demikian pembahasan mengenai ekologi lanskap. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan Anda.